Nasional

Yang Terselip!

SEBELUM secara resmi mendapat tugas di pemerintahan Kota Batu tahun 2007, Plt Sekretaris Daerah pada saat itu beserta staf Pemkot memberi informasi tentang fasilitas yang akan saya dapatkan. Antara lain rumah dinas serta mobil dinas baru gres yang saat itu harganya, sesuai aturan, berkisar 300 jutaan. Juga kebutuhan rumah tangga. Saya sampaikan, jangan sampai fasilitas-fasilitas untuk saya itu nanti membebani anggaran pemda.

Setelah melihat kantor, saya diantar untuk meninjau rumah dinas, yang berada di belakang sebuah pendopo. Rumah dinas dan pendopo itu berdampingan dengan kantor dua lantai, yang berada di satu halaman di Jl. Panglima Sudirman Kota Batu. Di Kantor dua lantai itulah terletak ruang wali kota. Ada ruang yang dinamakan Bina Praja, untuk rapat dinas terbatas di lantai dua, berdekatan dengan ruang wali kota dan ruangan untuk staf wali kota termasuk sespri. Semua bangunan itu saling berhimpitan di areal yang luasnya hanya 1 hektar.

Kecil dan mungil, itulah kesan pertama saya melaihat dan memasuki kantor Pemkot Batu. Ruangan-ruangan kecil dibentuk dari skat-sat partisi, termasuk ruang untuk organisasi ibu-ibu PKK. Saat itu Kota Batu baru berusia 6 tahun, menurut saya wajar kalau sarana yang dimiliki sangat terbatas dan jauh dari sempurna. Halaman area parkir kecil yang luasnya 700 M2, pada waktu pagi dgunakan untuk apel apel staf. Pendoponya yang luasnya 300 M2 digunakan untuk kegiatan apa saja.

Baca Juga

Setelah melihat sarana dan fasilitas yang ada, untuk lebih memudahkan dalam bertugas, rumah dinas yang sebelumnya disebut pendopo, dijadikan rumah tinggal sekaligus kantor. Renovasi dilakukan secara kecil-kecialan. Kamar tidur yang sebelumnya sekaligus juga jadi ruang tamu, dijadikan ruang kerja. Pilihan saat itu sangat simple, kalau ada tamu bisa saja diterima di ruang tamu. Atau diterima gazebo yang ada di taman.

Kalau misalnya ada rapat di ruang Bina Praja, seandainya ingin koordinasi dengan para pejabat yang tidak ikut rapat, cukup mendatangi ruang kerjanya, yang memang berada di gedung yang sama, di lingkungan area rumah dinas, kecuali kantor-kantor dinas yang lokasinya tidak berada di area rumah dinas wali kota. Kantor-kantor dinas itu memang berpencar ada yang di ruko, menyewa rumah warga, ada pula yang menempati bangunan aset peninggalan Kabupaten Malang.

Hampir sembilan tahun menjalani tugas di pemerintahan, tidak ada istilah ‘budal kantor’ bagi saya, karena semua dikerjakan dalam satu area lingkungan pendopo sekaligus rumah dinas, yang dipakai untuk beraktifitas penuh hingga malam hari. Tidak ada beda mana tamu dinas, mana tamu warga yang datang untuk melaporkan sesuatu. Semua bisa diterima di ruang tamu, atau di taman bergazebo, bahkan bisa saja diterima parkiran mobil.

Awal 2008, Datuk Anwar Ibrahim yang sekarang jadi Perdana Menteri Malaysia, pernah berkunjung ke rumah dinas sekaligus pendopo. Juga tamu-tamu lain yang diterima di pendopo, seperti Anies Baswedan, Sujiwo Tejo, KH Hasyim Muzadi ( Alm ), Fajroel Rahman yang saat ini jadi dubes, WS Rendra, dan beberapa tokoh dari Jakarta dalam acara kebudayaan nasional yang digagas anak anak muda Kota Wisata Batu, yang dipelopori oleh Mas Anton cs.

Karena anggaran minim sekali, maka garasi mobil disulap jadi tempat pertemuan serta jamuan makan malam para tokoh nasional itu. Seingat saya, pemda ketika itu hanya membantu anggaran tak lebih dari Rp 40 juta, karena kemampuan anggaran ketika itu memang masih kecil sekali dan sarana fasilitas masih minim.

Ruang garasi rumah dinas Walikota Batu disulap jadi ruang makan.

Awal 2009 untuk pertama kali Ibu Megawati beserta rombongan berkunjung ke Kota Wisata Batu. Lagi-lagi, garasi rumah dinas dimanfaatkan untuk jamuan makan malam dengan menu serba sederhana. Demikian juga ketika tamu dari Konsulat Jenderal Amerika Serikat beserta rombongan berkunjung, sekali lagi sarana garasi disulap jadi tempat untuk jamuan makan malam.

Datang pula beberapa tokoh seperti Pak Moeldoko, sekarang Kepala Staf Kepresidenan, yang berkunjung sambil sarapan pagi. Beda lagi Jendral Gatot Nurmantyo yang bertamu jam 1 malam, usai beliau meninjau bencana gunung di Ngantang. Ketika saya tanya kok malam sekali Pak, beliau menjawab, “wong aku ngerti walikotane turune bengi bengi”. Karena saya tahu walikota tidurnya malam. Kami guyonan santai sambil menikmati kopi dan ketan.

Kota Wisata Batu belum lengkap saat itu, jauh dari yang ada sekarang ini. Jalanan masih gelap karena belum banyak lampu penerangannya. Jumlah pegawai ASN masih sekitar 800an. Hotel dan restoran belum menjamur seperti saat ini. Tapi kita semua merasa bangga karena siapapun tamu yang datang bisa kita jamu dengan semestinya, meskipun dengan sarana yang apa adanya, di rumah dinas sekaligus pendopo.

Rumah dinas sekaligus kantor telah memudahkan untuk melayani masyarakat tanpa berbelit belit, saat ada warga yang datang bertamu sambil membawa oleh-oleh berupa hasil panen seperti buah apel, wortel dan sebagainya. Ciri khas budaya saling memberi terjaga dengan baik, sementara kerja birokrasi beserta seluruh aparatur terkodinasi dengan cepat, kompetitif, inovatif dan positif.

Rumah dinas yang juga ruang dinas Walikota Batu era tahun 2016.

Ada juga tamu yang datang membawa sekelumit cerita, dengan wajah-wajah cerah dan berhasil melahirkan ide, gagasan, ilmu kebaikan, budaya tata kkrama, candaan tawa tanpa batas birokrasi ke rumah dinas. Biarkan mereka, karena pendopo, kantor pemerintah, kendaraan dan rumah dinas adalah milik rakyat. Dan semuanya milik rakyat. Ada burung merak, burung berkicau, tupai yang melompat di pohon, ikan koi di kolam kecil yang semakin beranak-pinak.

Ada jejak langkah budal mlaku ngantor nang Balaikota Among Tani. Balaikota akan lebih lebih hebatkarena lahirnya pikiran yang terbuka dan cerdas, inovatif dan kreatif. Bukan sekadar ego.

Sahabat ER , Semarang 14 Januari 2023.


Editor : Irawan
Publisher : Ameg.id
Sumber : Ameg.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button