Film

Jangan Berani Bermain-main dengan Pasar yang Fanatik

Oleh :Retna Christa*

AMEG – Baru pekan lalu netizen Indonesia begitu bersemangat menanti serial Racket Boys episode kelima. Gara-gara ada adegan pertandingan yang ber-setting di Istora Senayan, Jakarta. Lengkap dengan ribuan suporternya yang heboh itu.

Yang excited menanti episode itu ada dua kelompok sekaligus. Yakni penggemar drama. Serta badminton lovers (alias BL lovers). Eh, plus satu kelompok lagi. Fans drama yang sekaligus seorang BL. Seperti saya. Hehehe.

Baca Juga

Tapi, ketika episodenya benar-benar tayang, reaksi netizen Indonesia langsung berubah 180 derajat. Sebab, ada dialog yang menyakitkan bagi pencinta bulu tangkis Indonesia. Bahkan, dinilai mencoreng reputasi BL lovers di mata komunitas olahraga internasional. Suporter Indonesia digambarkan ribut, kasar, dan tidak sopan. Suka mem-bully lawan.

Ceritanya, saat itu ada kejuaraan dunia junior di Jakarta. Korea mengirim tunggal putri, Han Se-yoon (diperankan Lee Jae-in), ke final. Pelatih timnas junior Korea, Fang (Ahn Nae-sang), mengomel gara-gara hotelnya jelek. Tempat latihan yang disediakan panitia juga lapuk. Tanpa AC pula.

Lalu, di pertandingan final, Se-yoon melawan wakil Indonesia. Ivana Putri namanya (diperankan putri YouTuber Indonesia Yannie Kim, Kim Soobin). Saat itulah, kehebohan suporter Indonesia yang legendaris itu membahana. ’’Mereka tidak akan mengejek kalau tahu sopan santun,’’ kata pelatih Fang.

Dalam sekejap, netizen Indonesia bersilaturahmi ke akun Instagram SBS, stasiun yang menayangkan Racket Boys. Puluhan ribu komentar yang masuk. Intinya, mereka kecewa dan kehilangan respek. Plus menuntut SBS meminta maaf. Namanya netizen. Komentarnya ada yang sopan. Ada yang datar, tapi nyelekit. Banyak pula yang mencaci maki. Khas netizen kita kalau ter-trigger.

SBS akhirnya meminta maaf. Dalam bahasa Indonesia. Di kolom komentar unggahan akun SBS Drama Official. ’’Kami dari tim produksi Racket Boys menyampaikan permohonan maaf mengenangkan pertandingan yang tersiar di episode 5, kami tidak bermaksud untuk merendahkan negara, pemain atau penonon tertentu. Namun demikian, kami mohon maaf atas beberapa adegan yang telah menyinggung pemirsa kami dari Indonesia,’’ begitu tulis mereka.

Saya sangat bisa memaklumi kemarahan BL Lovers Indonesia. Sebab, apa yang digambarkan dalam episode kelima Racket Boys memang jauh dari kenyataan. Sekuen itu tidak akurat. Entah karena kurang riset. Atau memang sengaja dibuat seperti itu. Untuk keperluan dramatisasi cerita.

Pertama, soal penginapan. Tidak ada ceritanya panitia memberikan hotel jelek buat peserta turnamen. Akomodasi seluruh peserta, tanpa kecuali, dipusatkan di satu atau dua hotel official yang disetujui BWF. Untuk kemudahan shuttle, pengamanan, dan semacamnya. Begitu pun dengan tempat latihan.

Kalau tempat latihannya terlalu dingin, berangin, atau licin, semua peserta merasakan hal yang sama. Yang bisa membuat situasi antarnegara jadi berbeda, biasanya, hanya waktunya. Misalnya nih, tim Indonesia di Olimpiade Tokyo diberi jatah waktu latihan resmi dini hari. Agar besoknya Jonatan Christie dkk capek. Itu mungkin saja. Meski agak konyol juga kalau ada tuan rumah menjalankan taktik murahan seperti itu.

Kedua, soal BL Lovers yang berisik. Itu tidak salah. Sangat tidak salah. Istora dikenal angker, memang. Bukan hanya pemain luar negeri yang ngeri dengan kehebohan suporter. Pemain ganda Indonesia sendiri sering pusing. Karena mereka tidak bisa berkomunikasi di lapangan. Saking nyaringnya suara BL lovers.

Tapi… yang bikin Racket Boys jadi tidak akurat, adalah penggambaran sikap BL lovers ke Han Se-yoon. Suporter Indonesia terkenal fair. Mereka mendukung pemain yang bagus. Banyak yang ngefans Lee Chong-wei. Banyak yang jatuh cinta pada Lee Yong-dae. Juga Kento Momota. Bahkan Ahn Se-young, bintang muda Korea. Pasangan ganda Tiongkok pun diidolakan.

BL Lovers hanya galak kepada pemain yang mekitik. Terutama saat melawan tim Indonesia. Misalnya ada pemain yang suka memprovokasi pemain kita. Atau bersikap tidak sportif. Atau sok. Atau melakukan selebrasi kasar. Pokoknya, yang nyebelin. Kalau enggak nyebelin, tidak mungkin di-boo. Duh…

Saya tidak tahu kenapa ada kesalahan seperti ini. Karena, desain produksi Racket Boys sebenarnya sangat bagus. Penggambarannya detail. Akurasinya tinggi. Tapi membuat blunder yang bikin satu negara ter-trigger. Dari sisi artistik, tidak ada masalah. Tapi dari sisi marketing, ini kesalahan besar. Jamaah drakor Indonesia dahsyat, lho. Gampang naik darah pula. Produser enggak mau kehilangan pasar, kan? (*)

*) wartawan Disway


Editor : Sugeng Irawan
Publisher : Rizal Prayoga
Sumber : Harian Di's Way

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button