Regional

Kesembuhan Khabibah Bahagiakan Paramedis

Menjaga Lentera Dakwah Pesantren JeHa Jarak-Dolly (28)

Pesantren Jauharotul Hikmah (JeHa) bersukaria. Doa santri dikabulkan. Ustazah Khabibah telah melewati operasi jantung bocor yang kata dokter mustahil untuk ditangani. Kini dia harus menepati janjinyi untuk terus mengajar mengaji setelah diberi kesempatan hidup kedua. Dokter Spesialis Bedah Jantung RSUD dr Soetomo Heru Subroto juga meminta satu hal lagi: Khabibah harus jadi mentor bagi pasien yang takut dioperasi.

***

AMEG – Perlahan tapi pasti kelopak mata Khabibah mulai bergerak. Selang infus masih tertempel di tangannyi. Namun tubuhnyi begitu lemas. Belum bisa bergerak banyak. Itu terjadi pada 4 Mei 2017.

Baca Juga

Dadanyi masih nyeri. Dokter mematahkan tiga tulang rusuk untuk mengoperasi jantung bocor itu. Khabibah dipindahkan ke ruang ICU dengan pengawasan 24 jam nonstop.

Dokter jaga dan perawat ICU mulai menyadari bahwa guru ngaji asal eks Lokalisasi Dolly itu sudah siuman. Sudah dua hari ini mata Khabibah terpejam.

Ruangan yang tadinya hening berubah jadi riuh. Bahagia sekali mereka. Seperti melihat anggota keluarganya sendiri selamat dari maut. Khabibah bisa melihat kegembiraan itu dari ekspresi wajah mereka.

Tenaga kesehatan yang menangani Khabibah semakin takjub dengan perjuanganyi melewati operasi jantung bocor yang mustahil itu. Yang empat dokter jantung sudah angkat tangan itu.

Khabibah meneceritakn dirinya yang sempat emnjadi mentor pasien jantung bocor. (Foto: Eko-Di’s Way)

Menurut teori, operasi itu seharusnya dilakukan sebelum usia 20 tahun. Sementara Khabibah sudah umur 37. Cuma Dokter Heru Subroto saja yang siap mengoperasinyi. Itu pun dengan persentase berhasil 50 persen.

Semua yang di ruangan itu tahu bahwa operasi yang baru saja dijalani Khabibah adalah sebuah keajaiban. Yang secara teori mustahil ternyata mudah dilakukan. Dokter Heru menemukan jaringan yang pas untuk menutup lubang pada jantung bocornya dari jantung Khabibah sendiri.

Begitu siuman, dia bikin kejutan lagi. Umumnya pasien jantung bocor baru sadar setelah 3 hari dioperasi. Kalau lebih dari 7 hari kemungkinan akan meninggal.

Khabibah sadar lebih cepat. Cuma dua hari. Dokter dan perawat berdecak kagum. Mereka tahu bahwa Khabibah punya janji yang luhur. Jika sembuh dia ingin terus mengajar ngaji di JeHa. Ikut menjalin dakwah di pusat prostitusi itu. Mereka percaya janji dan doa luhur dari santri JeHa membantu Khabibah melewati masa kritis.

Rumah sakit langsung menghubungi pihak keluarga. Mereka diberi kesempatan bertemu Khabibah satu per satu.

Ari Wahyu sang suami diberi kesempatan bertemu pertama. Ia begitu tegar ketika melihat belahan jiwanya itu terbaring di kasur ICU. Tak setetes pun air mata meleleh dari wajahnya. “Ternyata macak (pura-pura) tegar,” ujar Khabibah saat ditemui di tokonya, 11 Mei lalu.

Keseharian Khabiba saat di tokonya.(Foto: Eko-Di’s Way)

Keluarga besar Khabibah sudah menemui dokter sebelum diperbolehkan masuk ke ruang ICU. Tidak boleh ada yang menangis. Semua harus memperlihatkan sikap tegar. Takutnya, kondisi Khabibah malah tidak stabil.

Tak lama setelah menceritakan kejadian itu, terdengar suara motor yang agak berisik. Khabibah menengok ke arah pintu toko yang dibuka separo. “Lha, itu suami saya,” ujarnyi.

Ari menyapa kami dengan senyuman. Ia dorong pintu harmonika tokonya sampai terbuka seluruhnya. Nampaknya ia baru belanja bahan untuk toko. Sepeda tiga rodanya sudah penuh dengan sembako.

Inilah pemuda pendiam yang kata Khabibah begitu sabar dan ngayomi. Tubuhnya tinggi tegap. Wajahnya teduh dan sangat ramah.

Khabibah bertemu Ari saat masih mengajar ngaji di Masjid Baitul Hidayah. Itulah masjid pertama yang dibangun di area Lokalisasi-Jarak Dolly itu. Pendirinya adalah Haji Umar Abdul Aziz. Ayah dari tiga pendiri Pesantren JeHa.

Ari yang pakar komputer itu tinggal di depan masjid. Karena mereka sering bertemu, maka ia memutuskan untuk melamar Khabibah menjadi istrinya.

Khabibah memiliki sikap yang egois dan sering mementingkan diri sendiri sebelum operasi. Pokoknya, apa yang dia inginkan harus jadi nomor satu. Namun setelah diberi kesempatan hidup kedua, sikapnya berubah total. “Alhamdulillah, sekarang saya merasakan ada perubahan. Jadi lebih tenang dan sabar,” jelas ibu satu anak itu.

Sebelum dibawa pulang, Khabibah bertemu dengan Dokter Heru. Ia mengingatkan agar Khabibah menjalankan janjinyi untuk tetap mengajar mengaji.

Dokter Heru juga meminta satu hal lagi. Khabibah harus mau menularkan kisahnya ke pasien lain. Banyak pasien yang memerlukan pendampingan dari penyintas jangutn bocor agar mereka berani masuk ruang operasi. “Nah, akhirnya saya bergabung dengan komunitas OHC (Open Heart Community), jadi mentor di sana sampai sekarang,” katanyi.

Belum juga sebulan dia menjalani pemulihan, sudah ada pasien yang ingin menemuinya. Ia cuma ingat, namanyi Mbak Tri. Sama-sama dari Surabaya.

Perempuan berusia 25 tahun itu punya kisah yang hampir mirip dengan Khabibah. Ia baru tahu bahwa jantungnya bocor setelah melahirkan anak pertama.

Tipe bocornya pun sama: ASD (Atrial Septal Defect) atau kebocoran bilik jantung. Dinding yang seharusnya membatasi atrium kiri dan atrium kanan, tidak menutup sempurna karena berlubang. Operasi juga dianggap sudah telat karena usianyi melampaui 20 tahun.

“Beliau telepon. Saya masih ingat saat itu hari Jumat,” ujarnya. Tri sudah mendengar cerita Khabibah dari dokter. Dia ingin bercerita banyak tentang kondisinya dan bertemu Khabibah.

Sementara itu, kondisi Khabibah belum pulih total. Untuk jalan pun harus berpegangan ke meja atau dinding. Ia tidak bisa ke mana-mana. Suaminyi juga masih Jumatan. Tidak ada yang mengantarnya ke luar rumah.

Khabibah berjanji akan berkunjung ke rumah Tri keesokan harinya. Tepat di Hari Raya Idul Fitri.

Keesokan harinya, Khabibah menepati janjinyi. Ia datang ke rumah Tri di daerah Simo. Namun ada yang aneh di sana. Banyak sekali orang berkerumun.

Tangis Khabibah Pecah di Rumah Tri, baca besok…(*)


Editor : Sugeng Irawan
Publisher : Rizal Prayoga
Sumber : Di's Way

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button