Disway

Loket Kanjuruhan

TULISAN itu sudah telanjur ada. Di pintu salah satu gerbang Stadion Kanjuruhan Malang. Bukan tulisan tangan. Itu tulisan semprotan cat.

Anda sudah tahu tulisan itu. Dari medsos: A. C. A. B.

Di daun pintu sebelahnya tertulis angka: 1312.

Baca Juga

Mungkin tulisan itu segera dihapus. Atau kini sudah dihapus. Tapi ingatan umum sudah telanjur terbentuk: polisi sebagai musuh bersama.

Maka di beberapa negara tulisan ACAB dilarang digunakan. Ada negara yang memberlakukan itu sebagai tindak pidana. Ada pula negara yang mengaturnya sebagai melanggar hukum administrasi: didenda.

Di Prancis ada seorang cewek yang menggunakan kaus di tempat umum dengan tulisan ACAB. Dia ditangkap. Diusut. Akhirnya gadis tersebut dibebaskan. Dia bisa menjelaskan dengan baik bahwa ACAB yang dia gunakan itu singkatan dari All Cats Are Beautiful –semua kucing itu cantik.

Tentu ACAB yang tertulis di salah satu pintu Kanjuruhan sulit dihubungkan dengan kucing. Siapa pun yang membaca itu akan menafsirkan ACAB di situ singkatan dari, Anda sudah tahu: All Cops Are Bas…*. Semua polisi itu bajingan.

Itu diperkuat dengan angka 1312 di pintu sebelahnya. Angka itu dikenal sebagai pengganti huruf A, C, A, B. Artinya sama saja.

Saya tidak tahu apakah hukum di Indonesia menganggap menuliskan huruf seperti itu masuk perkara pidana.

Kalau pun ada aturan pidananya, tentu tidak mudah mencari siapa yang menyemprotkan cat tersebut. Yang jelas tulisan itu muncul setelah terjadi tragedi Kanjuruhan: 131 Aremania-Aremanita meninggal dunia.

Ups… Tulisan itu tidak hanya ada di satu pintu. Menurut saksi mata, tulisan tersebut ada di banyak pintu. Sekitar 10 pintu. Banyak sekali. Yakni di pintu-pintu yang banyak korban berjatuhan.

Peristiwa di Kanjuruhan meninggalkan citra yang begitu berat bagi polisi. Menetapkan tersangka dengan cepat sudah dilakukan polisi. Jumlahnya enam orang. Termasuk petugas kepolisian. Tapi munculnya banyak tulisan protes seperti di pintu-pintu itu memerlukan usaha yang lebih besar untuk memperbaiki nama baik polisi di Malang.

Di dekat pintu itulah mayat bergelimpangan malam 1 Oktober 2022 itu. Mereka lari dari tribun untuk menghindari gas air mata. Semua menuju pintu itu. Pintu tidak membuka, atau terbuka sedikit. Mereka banyak yang mati sesak, terimpit, terdesak, terinjak.

Kalau saja tidak ada gas air mata 40.000 penonton itu akan keluar bertahap. Malam itu semuanya ingin lari dari gas air mata.

Kenapa pintu stadion harus ditutup? Bahkan dikunci?

Anda bisa menjawabnya dengan benar: agar tidak ada penonton yang masuk stadion tanpa karcis. Malam itu pertandingan besar, Arema vs Persebaya. Stadion penuh. Di luar stadion masih ribuan orang yang ingin masuk.

Biasanya pada menit ke 80 pintu-pintu stadion sudah dibuka. Kali ini tidak. Kalau dibuka ribuan penonton itu akan masuk, entah akan duduk di mana.

Di Stadion Kanjuruhan memang masih memungkinkan penonton tanpa karcis mendekat ke pintu stadion. Padahal sistem penjualan tiketnya sudah online. Penonton juga mengenakan gelang sebagai tanda masuk.

Namun memang masih ada loket karcis di stadion. Sekitar 20 persen tiket masih bisa dibeli di stadion, lima jam sebelum pertandingan dimulai. Sebagian besar karcis dijual lewat korwil-korwil suporter. Ada 157 korwil Aremania di Malang. Mereka yang sudah mendapat karcis di Korwil bisa menukarkannya dengan gelang di kantor Arema. Yakni di hari pertandingan.

Yang membeli karcis secara online, juga menukarkan karcisnya dengan gelang di hari pertandingan, di kantor Arema.

Sedang yang membeli karcis di loket stadion langsung mendapatkan gelang.

Dengan masih adanya loket di stadion memang tidak mungkin dilakukan seleksi total terhadap calon penonton di ring luar. Masih ada koridor khusus untuk penonton yang akan membeli karcis di loket.

Memang tidak mudah mengubah sistem seperti itu. Korwil-korwil belum tentu rela dihapus. Loket di stadion juga sulit ditiadakan. Para calo akan marah.

Persebaya punya pengalaman pahit ketika merombak sistem perkarcisan itu tahun 2017. Pihak yang marah banyak sekali. Tapi program jalan terus. Persebaya memaklumi kalau banyak klub yang tidak tega melakukannya.

Di Stadion Gelora Bung Tomo pintu-pintu stadion tidak perlu ditutup. Tidak perlu. Tidak ada lagi orang di luar pintu stadion. Yang tanpa gelang tidak bisa masuk ke ring 1.

Kelebihan Persebaya adalah: punya Persebaya Store yang banyak. Itu sekaligus menjadi tempat penukaran gelang. Tapi awal memulai sistem itu ributnya bukan main.

Stadion-stadion lama di Indonesia umumnya tidak punya ring 1 (ring dalam). Siapa saja bisa mendekat ke stadion, ke pintu masuk. Seleksi penonton dilakukan di pintu masuk itu. Seperti masuk gedung bioskop.

Saya ingat zaman tradisional dulu: stadion menyediakan loket penjualan karcis. Penonton antre di situ. Yang tidak punya uang ikut bergerombol di depan pintu masuk. Menunggu situasi: ikut masuk dengan cara nerombol petugas jaga atau ikut berdesakan agar penjaga karcis kewalahan.

Tahun 2018 lalu terjadi peristiwa yang sama di Kanjuruhan. Yakni saat Arema melawan Persib. Skor 2-2. Penonton masuk lapangan. Gas air mata digunakan. Tidak banyak. Pintu stadion terbuka. Yang luka-luka puluhan orang. Yang meninggal satu.

Kuncinya adalah manajemen di stadion. Dan di penjualan karcis.

ACAB dan 1312 mungkin bisa segera dihapus. Tapi makna di balik itu melekat sudah sangat dalam.

Merombak cara lama kadang menyakitkan, tapi masa depan tidak bisa menanti. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan

Edisi 8 Oktober 2022: Satria Kanjuruhan

Isa Milis

Kekecewaanku semakin memburat. Terhadap sosok pemegang gas air mata Satu dua boleh disebut oknum Namun sepuluh seratus pastilah institusi Tidak bawahan tidak atasan sama semua Hanya menunggu waktu untuk terbuka topengnya Sambo sambo pembunuh yang bengis Buta hati nurani berlumur benci dan harta haram Kapankah datangnya pertolonganMu? Untuk mengganti satu generasi mereka Untuk membangun kembali institusi baru pengayom masyarakat Yang menegakkan kebenaran dan keadilan Yang berhati nurani dan berbelas kasih Bukan hanya prediktif tanpa nurani dan kebenaran Bukan hanya responsibilitas tanpa nurani dan kebenaran Pun bukan hanya transparansi tanpa nurani dan kebenaran Namun kebenaran dahulu, keadilan dulu, hati nurani dulu, kejujuran dulu, baru presisi atau apalah slogannya

No Name

Pintu dan tangga stadion tak mampu meminta maaf!

Ujang Wawa

Puiai cinta luar biasa,yang memilih dan memuatnya, pastilah juga bercita rasa tinggi. Kalau ketum PSSI atau Kapolda Jatim membacakan dulu puisi ini, lalu menyatakan mundur, mungkin ksatria tidak akan ada hanya dalam pewayangan

Mirza Mirwan

Investigasi The Washington Post yang diberitakan Kamis, 6/10, sebagiannya adalah hasil analisis para pakar pengendalian massa dan advokat hak-hak sipil atas sekitar 100 video dan foto. Secara eksplisit hal itu ditulis di paragraf ke-4. “Ulasan (ini) — berdasarkan pemeriksaan lebih dari 100 video dan foto, wawancara dengan 11 saksi, dan dianalisis oleh para pakar pengendalian massa dan advokat hak-hak sipil — mengungkapkan bagaimana penggunaan gas airmata oleh polisi dalam merespon ratusan fans (Arema FC) yang turun ke lapangan menyebabkan gelombang besar (a huge surge) di ujung tenggara (pintu 13) stadion Kanjuruhan, di mana para survivor bilang sebagian besar kematian terjadi.” Dari investigasi WP itu tercatat ada sekitar 40 kali tembakan gas air mata dalam waktu 10 menit, kebsnyakan ke arah tribun di sektor pintu 11, 12, dan 13. Diketahui juga bahwa peluit akhir pertandingan pk. 21.39, lalu pk. 21.45 beberapa fans Arema FC turun ke lapangan. Lima menit kemudian polisi mulai menembakkan gas airmata. Saya kira Rebecca Tan, Joyce Sohyun Lee, Sarah Cahlan, Imogen Piper, dan Aisyal Llewellyn tidak turun langsung ke Malang. Yang turun langsung ke Malang adalah kontributor WP: Adi Renaldi dan Winda Charmila, sebagai mana ditulis di akhir berita. Mongomong, CHD hari ini nanti raib kayak kemarin, nggak, ya!

Er Gham

Jika kondisi tidak mendukung, biarkan saja para wartawan asing yang melakukan investigasi langsung. Dan kita baca informasi terbaru dari media asing. Kan tidak mungkin membredel media asing. Paling hanya protes saja. Media lokal juga pasti ewuh pakewuh, berhati hati, dalam pemberitaan. Tulisan tulisan Abah juga tidak masuk ke tengah masalah. Abah lebih memilih untuk ‘melipir’ dari luar, sisi lain dari suatu kejadian. Seperti tentang bahasa bola, aremania, anto baret, fanatisme, puisi duka keluarga korban. Ditunggu tulisan Abah yang lain seputar tragedi kanjuruhan, sambil menunggu hasil investigasi tim independen.

Mbah Mars

Ada dua polisi yang masih culun. Belum lama berdinas. Baru saja selesai pendidikan. Ehh mereka tertangkap kamera menjilati kue utah TNI di dalam mobil. Lhadalah. Gara-gara perbuatan itu mereka dipecat. Lha mbokya dibina dulu. Itu kan hanya kenakalan remaja yang masih lupa akan statusnya yang sudah menjadi polisi. Wis angel…angel. Yang terang-terangan menyebabkan meregang nya ratusa nyawa itu yang pantas dipecat dari POLRI dan dijebloskan penjara.

Er Gham

Ada 2 hal yang menjadi pertanyaan setelah penetapan tersangka. 1. PSSI seharusnya tidak memberikan rekomendasi kepada PT LIB untuk menyelenggarakan liga jika ada kelengkapan dokumen yang tidak memadai. Diketahui tidak ada dokumen verifikasi stadion kanjuruhan terbaru. Mungkin inj terjadi di stadion lain. Namun, mengapa masih diberikan rekomendasi. 2. Kapolres aman, tidak menjadi tersangka. Karena menurut kompolnas juga tidak memberikan perintah penggunaan air mata. Komandan kompi yang menjadi tersangka. Pertanyaan, siapa yang memberikan perintah kepada komandan kompi. Kalau komandan kompi di BKO (bawah kendali operasi) kan ke kapolres, seharusnya komandan dia pada saat itu adalah kapolres. Tapi kapolres tidak memberikan perintah. Lalu siapa? Atau inisiatif pribadi saja. Aneh, kalau ini tidak berhasil diungkap oleh TGIPF.

Em Iskandar

Apakah Abdur pulang ke Malang meenjadi salah satu korban kerusuhan bola atau bluebeach ????

Mirza Mirwan

Sikap (ke)satria justru ditunjukkan oleh pejabat yang sebenarnya tidak terkait langsung dengan bencana yang terjadi di stadion. Tetapi jangan salah, itu bukan terjadi di Indonesia, melainkan di Nepal tahun 1988. Saat Dasharath Stadium menggelar laga Janakpur Cigarette Lth (Nepal) vs Liberation Army (Bangladesh) tiba-tiba turun hujan es (hailstorm). Waktu itu tribun yang ada atapnya hanya di bagian barat. Karuan saja penonton dari tribun lain berlarian ke tribun barat. Tetapi polisi menghalau mereka. Lalu terjadilah bencana itu. Penonton berdesakan di lorong menuju pintu keluar. Akibat desak-himpit-injak mengakibatkan 93 nyawa melayang. Esok harinya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nepal, Keshar Bahadur Bista, mengundurkan diri dari jabatannya. Langkah Mendikbud Nepal itu diikuti oleh Kamal Thapa, ketua PSSI-nya Nepal.

Agus Suryono

TINGGAL GLANGGANG COLONG PLAYU.. Mengapa dari kasus Kanjuruhan ini, tak seorangpun tergerak tuk bertindaj ksatria, dengan mengundurkan diri. Dugaan saya, hal ini ada kaitannya dengan tradisi dan budaya Jawa, yang dalam kondisi terjadi MASALAH, untuk jangan justru MENGUNDURKAN DIRI alias tidak BERTANGGUNG JAWAB. Dengan semua PERSEPSI atas ajaran tersebut. Dari perjalanan bernegara kita, pada tahun 1998 pernah terjadi krisis EKONOMI, sekaligus KRISIS MULTIDIMENSI. Pak Harto sudah “rasan-rasan” mau mundur. Tetapi hanya beberapa hari menjelang Sidang MPR, ketua MPR, ditemani oleh 5 Ketua Fraksi, menghadap pak Harto untuk maju. Maka pak Harto tetap memutuskan untuk maju, dan TERPILIH KEMBALI. Saat itu pak Harto menyatakan.. 1. Adanya permintaan dari Ketua MPR dan 5 orang Ketua Fraksi, yang seakan bisa diartikan MEWAKILI seluruh unsur RAKYAT. 2. Tidak ingin melakukan “TINGGAL GLANGGANG COLONG PLAYU” – yang seakan LARI dari tanggung jawab. Meskipun demikian, krisis ternyata berlanjut. Dan kemudian, sekitar 70 hari kemudian, pak Harto menyatakan mundur. Saya tak tahu apakah pernyataan mundur pak Harto saat itu merupakan SIKAP TANGGUNG JAWAB, dan sikap KSATRIA. Atau justru SEBALIKNYA. Bagaimanapun, mundurnya pak Harto hanya 70 hari dari masa jabatannya yang 5 tahun di masa jabatanTERAKHIR- nya, telah MEMBERIKAN JALAN KEBAIKAN. Bagaimana menurut Anda..?

Jimmy Marta

Apakah memang harus ada yg minta maaf?. Yg ngaku salah?. Yg berani bertanggung jawab?. PSSI, PT LIB, Panpel..? Entahlah, siapa diantara mereka yg mau jadi kesatria. Mereka semua mungkin malah merasa orang yg berjasa. Bekerja untuk kemajuan sepakbola. Kejayaan persepakbolaan indonesia. Lalu apakah pihak keamanan, polisi atau security yg mau memikul…? Mereka pun katanya mengabdi demi sepakbola demi negara… Apakah memang semua murni pengabdian?. Tanpa ada yg tergoda akan mendapat ‘posisi’ pengaruh.? Atau mendapatkan sesuatu?. Dan bukankah tidak satupun yg gratis? Semua kan pasti ada bayaran..! Masing2 pesona ada tugas tanggungjawab. Diposisi masing2 ada yg harus dipertanggung jawabkan. Apapun itu imbalan yg didapatkan… Kemana itu sang Kesatrya…?

Umar Sidik

Satria hanya ada di wayang. Tapi tetiba sangat sulit mencari kesatria. Pun di negeri yang katanya Aji Saka

Ghost It Is

Berkah cancel antrian kemarin, maksudnya cancel tulisan kemarin. Saya menemukan audio book berjudul “Dark Psychology”, Richard Campbell. Kurang paham pak Richard copy paste dari mana. Dari audio book singkat yang saya temukan di YouTube “bacasuara”. Orang-orang pada posisi ke 4, yang tidak bisa berada pada posisi pertama, terbaik, atau berbeda. Artinya menipu. Mampu saya pahami sedikit pergerakannya. Dengan begitu otak reptil saya aman dari posisi terancam.

Er Gham

Menurut polisi, dari 8 pintu, hanya 2 yang terbuka. Sedangkan menurut ketua panpel, seluruh pintu telah terbuka. Saya khawatir, ada yang sengaja kembali menutup pintu, sebelum ditembakkan gas air mata. Semoga saya salah, dan hanya praduga saja, bukan fakta. Semoga misteri ini menjadi concern TGIPF. CCTV jangan tiba tiba rusak juga.

Everyday Mandarin

Satria hanya ada di wayang. Wayang ga bisa didenda, dimutasi, apalagi dibui. Dia hanya wayang. Hanya selembar kulit, kertas, lakon, atau kantong (potehi).

AnalisAsalAsalan

Tulisan Abah “Penyesalan Panggung” di-take down; ditarik atau sejenisnya? Menurut analisis saya TIDAK. Mengapa? Karena tim IT Disway beberapa kali membuat “kesalahan” serupa — komen hilang. Jadi, hilangnya posting tersebut biasa saja. Bisa saja Abah posting lagi, namun: 1. Nanti komentar yang sudah masuk bagaimana? Pasti banyak pertanyaan juga. 2. Toh, di edisi Disway cetak tetap ada. Apalagi banyak yang mengcopy tulisan Abah. “Wes, Jarno ae (biarkan saja),” kira-kira seperti itulah pemikiran Abah. Wah, saya jadi pembaca pikiran orang nih. Hahahahaha.

Lukman bin Saleh

Dulu TNI yg merasa superior. Arogan, represif. Tp mereka d reformasi. Kewenangannya dpangkas. Alhasil. Kita lihat sekarang. Bagaimana rakyat merasa nyaman dg TNI. TNI menjadi lembaga yg paling dipercaya publik. Dg resep yg sama. Sy yakin Polri juga bisa berubah. Pangkas organisasinya. Pangkas kewenangannya. Polisi cukup sampai tingkat kabupaten sj (Polres). Tdk perlu Polda. Kemudian ada polisi pusat yg berdiri sendiri. Terpisah dr polisi daerah. Tugas polisi daerah mengurus kasus2 umum. Tugas polisi pusat mengurus kasus2 besar bersekala nasional. Dan menindak polisi2 daerah yg melanggar hukum. Seperti KPK yg sekarang lah kira2 untuk bidang korupsi. Kalau sudah begini. Sy yakin polisi akan berubah drastis spt TNI. Polisi daerah tdk akan sewenang2 krn organisasi dan kewenangannya tdk sebesar skrg. Polisi pusat juga demikian. Tidak berani macam2 krn organisasinya kecil. Mudah d awasi publik…

agus rudi Purnomo

2 orang supporter yang turun pertama kali masuk lapangan juga harus bertanggung jawab, jadi pemicu lainnya. Padahal sudah ada tulisan larangan atas tiap pintu masuk dilarang membawa flare, dilarang melintasi pagar tribun. Bahaya buta huruf sangat dahsyat, atau peraturan memang dibuat untuk dilanggar. Kalian harus minta maaf sudah membuat saudara2 kita menjadi catatan sejarah kelam dunia sepakbola. Semoga semua korban Husnul. Khotimah. Aamiin ya rabbal Alamin.

Er Gham

Dua orang masuk, diikuti ratusan, untuk kasih semangat. Selama 20 menit mereka di lapangan tidak terjadi serangan ke pemain. Itu investigasi awal komnas ham, bisa cek google. Kemudian ada rusuh, penonton di lapangan dengan petugas. Tidak jelas bagaimana cerita sebenarnya. Selanjutnya, ada ‘skak mat’, kartu mati, fakta yang tidak terbantahkan, yang haram dilakukan, yaitu penggunaan gas air mata. Petugas mungkin berada di jalan yang benar sebelum itu. Namun saat digunakan barang terlarang itu, itu menjadi point utama. Silakan gunakan pentungan, untuk menakut nakuti, tapi jangan gunakan barang terlarang itu.

Johan

Yang harus pertama mengaku salah dan minta maaf adalah suporter pertama yang turun ke lapangan setelah usainya pertandingan Arema FC vs Persebaya. Mana orang itu? Adakah orang itu minta maaf dan mengaku bersalah? Tragedi ini bukan tentang jam tayang dan kapasitas penonton. Tapi ini tentang ada yang meng”trigger” aparat melakukan tindakan represif, yang menimbulkan “collateral damage” yang begitu besar. Tetap fokus dan jangan dipolitisasi tragedi ini.

Mirza Mirwan

Terkait raibnya CHD edisi “Penyesalan Panggung” kemarin, menurut dugaan saya, semata-mata disebabkan “kesalahan teknis”. Bukan karena, misalnya, Pak DI minta agar dihapus karena “merasa pekewuh” (tak enak hati) pada polisi. Dugaan saya itu hanya berdasarkan kejadian kapan hari itu, di mana ada sekitar 30-an komentar raib. Dan kemarin itu bukan lagi sekadar hampir 50-an komentar yang raib, tetapi sekaligus CHD-nya. Tentang “Seratus orang dibunuh polisi” yang ditulis Pak DI, sudah jelas Pak DI menyebutkannya sebagai bunyi sebuah spanduk di stadion di Eropa. Pak DI sekadar mengalihbahasakan saja. Media berita di Barat juga tidak satupun yang menulis — dalam arti beropini –seperti bunyi spanduk itu. Tetapi, memang, “More than 100 people killed by the police” itu lantas menyebar di socmed. Spanduk “More than 100 peoplen killed by the police” itu sendiri bikinan fans Bayern München. Mereka membentangkannya di stadion Allianz Arena, München, 4/10, saat klub kebanggaan mereka berlaga menghadapi Viktoria Plseň dari Ceko (Czech) dalam Liga Champion, grup C. Pertandingan itu dimenangkan Bayern München dengan skor 5-0. Spanduk tadi dibentangkan oleh fans yang berada di tribun belakang gawang. Ada spanduk lain yang dibentangkan deretan fans di kursi depan (bawah). Ada beberapa hurup yang tertutup kepala pemain di lapangan. Tetapi sepertinya berbunyi “Remember the dead of Kanjuruhan”.

hariri almanduri

Pengakuan Sang Komandan Ia tak pernah membayangkan intruksi kepada anak buahnya menjadi penyebab ratusan orang meninggal dunia di tribun penonton. Si Komandan polisi mengakui bahwa dirinya yang memberikan perintah untuk menembakkan gas air mata kearah suporter di tribun stadion. “Saya memerintahkan tabung gas air mata untuk ditembakkan ke tribun. Saya tidak mengatakan berapa banyak. Saya tidak pernah membayangkan konsekuensi yang menghancurkan itu.” Ucapa Komandan Jorge de Azambuja, penanggung jawab keamanan Stadion Nacional Peru, tempat pecahnya tragedi yang menewaskan 328 suporter pada 24 Mei 1964

Jo Neka

Lepas tulisan kemarin di tarik dari edaran saya bersyukur sudah membaca dan sempat komentar ra mutu.Mari maju cerdas bersama CHDI..pengetahuan gratis bersama para komentator level guru besar.Ingat CHDI ukuran jaman sekarang adalah tulisan yang sangat bermutu dan gratisbtis tis.Salam sehat pak Pry..

Pryadi Satriana

Ndhak usahlah kita berspekulasi ‘kesana-kemari’ tentang raibnya Disway kemarin. Kenapa? Memangnya kita punya hak apa ‘menanyakan’ tentang raibnya Disway kemarin? Kemarin raib hari ini masih muncul masih mending lha wong gratisan, kok. Kita ndhak punya ‘legal standing’ untuk ‘menuntut (baca: minta) penjelasan tentang raibnya Disway kemarin’. “Ndhak semua yg diketahui atau dipikirkan perlu ditulis di Disway, dan kalau tulisan telanjur muncul lalu dirasa perlu ‘ditarik kembali’ ya ndhak usah minta penjelasan. “Wis gratis ndhak usah njaluk macem- macem.” Sehat selalu supaya bisa terus berkarya & berjaya lewat Disway, Abah. Salam. Rahayu.

*) Dari komentar pembaca http://disway.id


Editor : Irawan
Publisher : Ameg.id
Sumber : Ameg.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button