Kuliner

Lontong Kikil Sapi Krian Bukan Kikil Biasa, Mau Coba Rasanya?

Cicip-cicip Dua Klan Kikil Sapi di Sidoarjo (2)

Setelah puas mencicipi klan kikil sapi Sepanjang, saya bergegas mencicipi klan kikil sapi Krian. Itu saya lanjutkan dalam perjalanan pulang ke Mojosari, Mojokerto dari Surabaya, terus ke arah Sukodono. Nah di daerah itu, lontong kikil sapi klan Krian berpenampilan berbeda.

***

AMEG – Saya lihat di pinggir jalan ada penjual lontong kikil sapi dengan memakai motor dan rombong yang diusungnya di belakang motor. Rombong itu berisikan panci tinggi. Sekilas mirip penjual bakso. Namun cara menjual yang demikian itu sama persis jika menjajakannya di warung. Hampir sama. Menggunakan panci tinggi seperti penjual bakso.

Baca Juga

Kalau mau diamati, lontong kikil sapi di daerah ini beda penampilan pancinya dengan lontong kikil sapi klan Sepanjang. Pancinya berbahan dasar aluminium. Bukan tidak food grade lho. Asalkan tidak digunakan memasak pada suhu di atas 150 derajat Celcius ya dijamin aman. Aluminium jelas berkarat.

Unsur kimia Al akan mudah berkarat menjadi Al2O3 dan yang aneh karat ini akan melindungi logam di dalamnya sehingga tidak akan keropos. Karat ini aman asalkan digunakan seperti aturan tadi.

Dengan penampilan panci yang beda ini, apakah ada perbedaan rasa? Mari kita cicipi dulu! Cara penyajian ternyata pun berbeda. Lontong diiris dan dimasukkan ke dalam mangkuk. Setelah itu dari wadah dikeluarkan kikil dingin yang diiris kecil. Lalu dimasukkan ke dalam mangkuk juga.

Penjualnya mengaduk isi panic. Ternyata kuahnya berbeda dengan klan Sepanjang yang merah memikat. Kali ini kuahnya bewarna kuning kecokelatan. Lumayan pekat. ”Surrr.” Kuah dimasukkan ke dalam mangkuk berisi lontong dan kikil irisan tadi.

Rasanya ya jelas berbeda dong. Bumbunya bukan bumbu soto seperti lontong kikil sapi klan Sepanjang. Lontong kikil sapi ini terasa di antara bumbu soto dan bumbu gule.

Penampilan lontong kikil sapi klan Krian yang berbeda sensasinya. (Firitri untuk Harian Disway)

Seperti apa ya? Ya bayangkan saja soto menggunakan bumbu dasar putih yaitu bawang putih, bawang merah, ketumbar, jahe, dan lada. Ditambahkan kunyit, serai serta daun jeruk purut. Sedangkan gule tetap Bumbu dasar putih tapi dengan penambahan rempah-rempah mulai pekak, adas, kayu manis, kapulaga, lada hitam, pala, cengkih dan jintan.

Dari cerita penjualnya, bumbunya sederhana kok. Tanpa membuat bumbu khusus. Melainkan hanya membeli bumbu soto dan gule instan. Lalu dicampur dalam panci. Cuma, jumlah perbandingan antara bumbu soto dan bumbu gule sengaja dirahasiakan penjual. Tentu saja tambahan bumbu lain yang tak diungkap.

Tak masalah, Sebab saya hanya fokus mencoba kikil yang sudah diiris dan terendam kuah kuning yang masih panas. Wah berbeda lagi ternyata sensasinya. Jika lontong kikil sapi klan Sepanjang direndam terus dalam kuah yang dipanaskan sehingga kikil lembut dan lunak, lontong kikil sapi klan Krian ini teksturnya beda karena saat digigit terasa ada perlawanan terhadap gigi. ”Kresss!” Jika digigit kikil akan terasa renyah teksturnya.

Lontong kikil sapi daerah ini ternyata berasal dari daerah Krian. Selera orang daerah ini adalah kikil yang tidak lunak. Jadi, tekstur keras ini didapatkan dari kikil yang tidak terendam lama di kuah panas. Setelah perebusan beberapa saat, kikil ditiriskan.

Ada juga yang sudah dipotong kecil dan ditaruh pada sarangan panci sehingga kikil yang sudah dipotong terjaga pada suhu panas tetapi tidak akan melunak karena hanua diuapi saja. Mirip dengan teknik penjual bakso.

Setelah menghabiskan kikil, biasanya pelanggan baru menyesal. Sebab baru diberi informasi bahwa ada menu selain kikil yaitu kepala sapi. Jika kikil berasal dari kaki sapi. Kaki sapi ini dibakar rambutnya kemudian dicuci dan direbus untuk memunculkan baunya harum segar.

Merebus kikil ini jelas memunculkan biaya untuk energi pemanasan yang agak lama. Hasil akhir adalah biaya produksi mahal sehingga kikil selalu dianggap makanan menengah ke atas walaupun di kaki lima juga banyak dijajakan.

Pada lontong kikil sapi klan Krian ini akan menjadi lebih ekonomis. Isiannya bukan hanya kaki sapi saja tetapi kepala sapi. Dapat dikatakan banyak isian kikil yang bukan kikil dikenallah dengan istilah klontongan atau kepala sapi tanpa otak. Daging di pipi sapi, lidah, mata, cingur (mulut dan hidung), tempat tanduk hingga telinga.

Beda rasa dengan kikil adalah aromanya. Ada aroma prengus yang agak mengganggu. Inilah yang membuat harga lontong kikil sapi klan Krian jika isiannya bukan kikil menjadi jauh lebih ekonomis. Jika lontong kikil sapi klan Sepanjang paling murah adalah Rp20 ribu namun lontong kikil sapi klan Krian hanya Rp10 ribu saja.

Jika ingin lauk lainnya yang berisi mata, maka akan lebih mahal. Sumsum tidak direbus dalam kuah tetapi sumsum sengaja dikeluarkan dari tulang kaki kemudian dibungkus daun pisang seperti bothok. Sumsum ini disajikan saat pelanggan meminta menu khusus.

Perjalanan yang saya teruskan ke arah Trosobo, Krian, Prambon hingga Mojosari Mojokerto akhirnya berhasil membuat saya dapat merasakan lontong kikil sapi aliran Krian. Bumbu tetap campuran bumbu gule dan bumbu soto. Setiap penjual memakai perbandingan kuantitas dua bumbu ini sebagai ciri khas dan rahasia masing-masing pedagang.

Itulah perjalanan nyam-nyam tentang nikmatnya dua klan lontong kikil sapi yang tidak pernah menyatu. Keduanya patut dicoba. (*)

Heti Palestina Yunani

Recent Posts

{{ keyword }}

{{ text }} {{ links }}

4 bulan ago

{{ keyword }}

{{ text }} {{ links }}

4 bulan ago

{{ keyword }}

{{ text }} {{ links }}

4 bulan ago

Real Count Sirekap Dihentikan, Sudirman Said Menilai Pemilu 2024 Bermasalah

AMEG.ID, Indonesia - Co Kapten Timnas Pemenang Anies-Muhaimin Sudirman Said menyebut penghentian tayangan real count…

7 bulan ago

Aksi Massa Dukung Proses Hukum Soal Dugaan Korupsi Ganjar Pranowo

AMEG.ID, Indonesia - Massa yang merupakan aliansi masyarakat Jawa Tengah menggelar aksi di depan kantor…

7 bulan ago

Dindik Jatim Bekali Ratusan Guru untuk Hadapi Era Digital

AMEG.ID, Jawa Timur - Dinas Pendidikan Jawa Timur membekali ratusan guru untuk siap menghadapi tantangan…

7 bulan ago

This website uses cookies.