Nasional

Maling di Bogor Jangan Bandingkan Castle Doctrine

Tiga maling masuk rumah di Bogor, kepergok penghuni. Maling lihat CCTV di plafon, lalu penghuni menggertak: “Itu terhubung ke security komplek, lo…” Maling kabur menggondol sebuah laptop.

***

KAPOLSEK Bogor Selatan, Kompol Diana Sulistiowati kepada pers, Jumat (23/12) mengatakan, korban sudah melapor ke Polsek Bogor Selatan. Polisi menduga, para maling bersenjata, masih dikejar.

Baca Juga

Kejadian Minggu, 18 Desember 2022 siang bolong pukul 12.00. Di komplek Pamoyanan, Bogor Selatan.

Dua motor, empat penumpang pria, berhenti di depan rumah tanpa pagar itu. Tiga masuk rumah, satu siaga di motor sambil mengamati situasi. Mereka semua pakai helm.

Kebetulan, pintu rumah tidak dikunci. Tiga maling mencari-cari barang berharga. Ketemu laptop, dibawa. Bersamaan, kepergok penghuni, pemuda usia 20 (indentitas dirahasiakan). Para maling kaget.

Salah seorang maling, sambil menyelipkan tangan kanan ke jaket (diduga membawa senjata) mendekati penghuni. Penghuni tampak takut, mundur. Maling membentak penghuni:

“Tunjukkan brankas… Mana brankas…”

“Gak tau, Bang.”

“Tunjukkan barang berharga.”

“Gak ada, Bang.”

Maling mikir. Menimbang-nimbang. Di antara maling ada yang melihat kamera CCTV di plafon rumah. Itu diberitahukan ke maling lain. Lalu maling tanya ke penghuni:

“Itu CCTV, ya?”

“Bener Bang. Nyambung pos security. Jadi, security liat kejadian ini.”

Spontan maling membentak penghuni, memerintahkan masuk kamar: “Masuk… masuk…” Penghuni menurut. Lantas para maling kabur. Laptop tetap digondol.

Kompol Diana: “Ciri-ciri pelaku sudah ada. Kami tinggal mengejar mereka.”

Untung, tidak terjadi kekerasan. Maling sudah merogoh sesuatu (diduga senjata) dari balik jaket. Maling mengkalkulasi. Mungkin, maling tidak merasa terancam oleh penghuni. Sehingga dirasa tidak perlu melukai korban.

Kejadian macam ini terpikirkan mayoritas masyarakat kota. Terbayangkan, kalau-kalau hal itu terjadi. Bukti, mayoritas rumah di kota berpagar besi. Tinggi. Digembok. Masih dilapisi pintu rumah, dikunci pula.

Para maling juga mikir. Mereka masuk rumah, sudah siap merampok. Kalau bisa, cuma nyolong. Tapi seandainya kepergok, siap habis-habisan. Mereka pasti bersenjata. Sebab, mereka paham risiko bisa mati di tangan penghuni. Atau dihakimi massa.

Contoh, Selasa, 13 Juni 2013 pukul 09.00 di perumahan elit Karawaci, Tangerang. Tepatnya di Perumahan Bugel Indah, Karawaci. Di sebuah rumah yang pagi itu dihuni Sugiarti (55) dan puterinya, Italia Chandra Kirana Putri (22). Kepala rumah tangga bekerja.

Rumah mewah itu berpagar besi tinggi. Digembok. Tapi dibobol empat perampok. Masuk ke halaman. Membongkar kunci motor di situ. Saat itulah Sugiarti keluar rumah, kaget.

Seorang perampok menodongkan pistol ke arah kepala Sugiarti. Perampok mengancam: “Masuk… kalo teriak kutembak.”

Sugarti lari masuk rumah. Membanting pintu. Aman. Sementara, perampok membongkar kunci motor.

Dari arah samping tumah, Italia Chandra Kirana Putri keluar membawa sapu. Dia memukul para perampok dengan gagang sapu. Dua perampok keluar gerbang pagar. Tapi perampok lainnya menembak: Dor… kena Italia.

Tembakan menembus jantung. Si cantik Italia tewas di tempat.

Perampok menggondol motor. Kabur. Tidak pernah tertangkap.

Akibat itu, Kapolda Metro Jaya (saat itu) Irjen Mochmad Iriawan menyilakan warga menggunakan alat kejut elektronik (stun gun) untuk membela diri dari pelaku kejahatan.

Iriawan kepada pers, Selasa, 13 Juni 2017 mengatakan: “Kalau membela diri bisa. Silakan, gunakan stun gun, tidak masalah. Asal ada perizinannya.”

Tidak mungkin polisi menjaga semua rumah warga kota. Pun, jika polisi ditelepon datangnya terlalu lama. Perampokan-pembunuhan di rumah Italia berlangsung dalam satuan detik.

Di Amerika Serikat, ada Castle Doctrine. Dikutip dari naskah Badan Legistaltif AS ke-213 bertajuk, “The New Jersey Self Defense Law”, Castle Doctrine bukan undang-undang. Melainkan, kebijakan melegalkan penghuni rumah mempertahankan rumah dari penyusup yang masuk rumah, bahkan dengan tindak kekerasan.

Itu sebab, orang masuk rumah tanpa izin penghuni di sana, bisa ditembak. Dan, penembakan itu legal, sebagai bela diri. Syarat, harus dibuktikan, bahwa penghuni terancam, baik harta maupun keselamatan.

Kebijakan itu mengadopsi aturan hukum Inggris yang berlaku sejak abad ke-17. Sehingga di Inggris melahirkan istilah: “Rumahku, istanaku.” Artinya, penyusup yang masuk suatu rumah, boleh ditembak.

Peraturan itu diadopsi pula oleh negara-negara Eropa, termasuk juga Australia. Meskipun, pastinya pernah terjadi kecelakaan.

Dikutip dari koran Sydney Morning Herald, Selasa 19 February 2019, bertajuk, “Police advised not to charge man over home invader’s death”, mengisahkan kecelakaan penerapan Castle Doctrine.

Dikisahkan, Minggu, 17 Februari 2019 pagi. di rumah keluarga Johan Schwartz (akuntan) di kawasan kebun Harrington Park, pinggiran Kota Sydney, Australia, terjadi kecelakaan.

Binaragawan juara nasional Australia, Bradley Soper (35) pagi itu berjalan mengendap-endap, tanpa alas kaki, dari arah kebun, meloncat masuk pagar halaman rumah Schwartz. Pagar itu cuma setinggi lutut orang dewasa. Lalu, Soper masuk rumah.

Mendadak, Soper ditembak penghuni rumah. Kena. Soper tumbang. Tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit.

Kejadian itu mengherankan publik. Bradley Soper bukan orang miskin, bukan penjahat. Setidaknya, tidak punya jejak kejahatan. Ia juara nasional. Ia cuma sedang patah hati, putus cinta dari pacarnya. Mungkin, itu penyebab ia tidak rasional.

Alhasil, tidak ada tuntutan hukum pada penembak. Publik pun mendukung tindakan penembak. Kejadian itu dianggap kecelakaan. Selesai.

Di masyarakat Indonesia yang gotong-royong, tidak mungkin diterapkan aturan seperti itu. Castle Doctrine budaya Barat.

Sosiolog Jerman, Ferdinand Tonnies dalam bukunya bertajuk, “Gemeinschaft und Gesellschaft” (1887) Diterjemahkan dalam Bahasa Inggris: “Community and Society”, membedakan bentuk masyarakat dalam dua golongan itu.

Gemeinschaft dalam bahasa Inggris disebut communal society. Dalam bahasa Indonesia disebut: Paguyuban. Individu cenderung membentuk komunitas sosial. Guyub.

Gesellschaft dalam bahasa Inggris disebut associational society. Dalam bahasa Indonesia disebut: Patembayan. Masyarakat beranggapan, kebutuhan individu prioritas penting daripada asosiasi sosial. Individual.

Masyarakat Indonesia di desa, berbentuk Gemeinschaft. Di kota bentuk Gesellschaft.

Warga kita di desa, biasa nyelonong masuk rumah tetangga, sekadar minta satu-dua batang cabe. Buat bahan sambal. Penghuni rumah yang dimasuki malah tersenyum lebar: “Sumonggo…”

Model minta (nempil) cabe itu, adanya di pedesaan Indonesia. Dulu sampai sekarang. Di perkotaan, rumah-rumah berpagar besi tinggi. Menghindari pengamen atau peminta sumbangan.

Maling laptop di Bogor itu memanfaat transisi sosiologis masyarakat, dari Gemeinschaft ke Gesellschaft. Bukti, rumah Bogor yang dimasuki maling, tidak dikunci. Seperti halnya rumah-rumah warga desa. (*)


Editor : Irawan
Publisher : Ameg.id
Sumber : Ameg.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button