Nasional

Masjid Kami Dilempari Tinja

Menjaga Lentera Dakwah Pesantren JeHa Jarak-Dolly (5)

Tiga pendiri Pesantren Jauharotul Hikmah (JeHa) adalah putra Haji Muhammad Umar Abdul Aziz. Pengusaha udang windu asal Leran, Gresik, itu memboyong keluarga besarnya untuk mengembangkan usaha dan menyebarkan syiar Islam di kawasan Dolly pada 1960-an. Kala itu, perjuangannya jauh lebih mencekam ketimbang sekarang. Pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) sangat kuat di Surabaya.

***

“JARE abah, jumatan niku kudu ngesaki celurit (Kata Abah, salat Jumat harus membawa celurit, Red). Jaga-jaga diserang,” ujar Kiai Mohammad Nu’man saat ditemui di Pesantren Jeha Putat Jaya Gang IV B, Jumat (30/4/21).

Baca Juga

Putra kedua dari enam bersaudara itu, mengatakan bahwa dulu suasana politik sedang menghangat. Sering terjadi gesekan antara PKI dengan tokoh Islam.

Pemicunya adalah terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. PKI membawa semangat land reform untuk membagikan hak atas tanah ke rakyat kecil.

PKI mengambil alih tanah di berbagai desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara sepihak. Kondisi tersebut menyulut api konflik dengan banyak haji, kiai, hingga pengelola pesantren yang memiliki tanah luas.

Konflik tidak hanya terjadi di daerah pedesaan. Situasi politik juga membuat tanah milik warga Tionghoa di Surabaya diambil paksa. Dalam sekejap warga membangun ratusan rumah di atas aset itu. Selain aset tanah, makam Tionghoa pun jadi sasaran.

Itulah yang terjadi di Dolly. Lokalisasi dibangun di eks Pemakaman Tionghoa. Lokasinya meliputi wilayah Girilaya hingga makam Islam di Putat Gede yang kini masih dipertahankan.

Gerbang menuju Masjid Baitul Hidayah di Putat Jaya Gang Pasar

Sebagian besar makam itu sudah dirobohkan. Semua berganti dengan permukiman padat. “Keluarga mengambil jenazah leluhurnya untuk diabukan atau dipindahkan,” kata Kiai Nu’man.

Terjadi lonjakan penduduk yang signifikan kala itu. Urbanisasi merajalela. Orang-orang datang dari pedesaan untuk mengadu nasib di kota. Kebutuhan tempat tinggal dan keterbatasan lahan menjadi masalah Kota Pahlawan. Maka, pendudukan area makam terpaksa dilakukan.

Gerakan 30 September pun 1965 meletus. Sentimen terhadap warga Tionghoa semakin meningkat. Pendudukan di area Makam Tionghoa semakin menjadi-jadi.

Tak banyak sisa makam yang masih terlihat di lingkungan Jarak-Dolly. Salah satu yang selamat adalah makam leluhur Sampoerna. Keluarga berhasil mempertahankan makam itu sampai sekarang.

Dua tahun setelah peristiwa berdarah itu, sejarah Dolly dimulai. seorang pelacur bernama Advenso Dollyres Chavit membeli tanah bekas makam di area Kupang Gunung. Dia mendirikan rumah bordil pertamanya di gang yang kelak dinamai Gang Dolly.

Dia mengumpulkan duit dari kompleks pelacuran Kembang Kuning selama hampir delapan tahun. Tante Beng adalah germo yang mengasuhnya. Dialah yang mengajarkan cara mengelola bisnis prostitusi.

Gadis asuhan Dolly punya reputasi tinggi di kalangan pria mursal. Service yang diberikan lebih oke ketimbang pelacur di lokalisasi lain. Lambat laun nama Dolly jadi tersohor.

Usaha pelacuran berkembang pesat. Aset Dolly berkembang dari satu wisma berkembang jadi empat. Yakni Wisma Istana Remaja, Mamamia, Nirmala, dan Tentrem. Masing-masing punya 28 pekerja seks komersial (PSK).

Pada 1968 hingga awal 1970 banyak investor masuk. Wisma semakin menjamur hingga ke barat. Meluas ke Putat Jaya dan Jarak. Kemaksiatan semakin mendekat ke tempat tinggal Haji Umar.

Ia jelas sangat terusik dengan bisnis pelacuran itu. Namun dakwah justru harus lebih gencar untuk meredam lokalisasi. Saat Dolly mulai berkembang ia mendirikan masjid pertama di kawasan Putat Jaya. Masjid itu diberi nama Baitul Hidayah.

Bangunannya didirikan di atas tanah musala yang sudah tidak terawat. Haji Nu’man menyaksikan pembangunan masjid itu. Ia jadi teringat masa kecilnya. “Abah bangun masjid, saya masih TK,” ujar Dosen Bahasa Arab UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut .

Masjid dibangun di Gang VI Putat Jaya. Tak jauh dari Pesantren JeHa. Orang menamainya gang pasar. Sebab, sebelum ada masjid dan permukiman, gang tersebut adalah pasar. Karena pasarnya sudah tidak ada, orang sering bingung mencari alamat masjid itu.

Intimidasi dan ancaman mengiringi pembangunan masjid itu. Sebab banyak eksponen PKI dari Blitar dan sekitarnya yang bermukim di sana. Mereka terusik dengan gerakan dakwah Haji Umar. “Gesekannya sangat terasa,” lanjut Kiai Nu’man.

Haji Umar dan saudara-saudara yang ia boyong dari Gresik tak gentar. Ia justru mendirikan sekolah TK, SD, dan SMP Bahrul Ulum setelah masjid jadi.

Kalau mau cari aman dan untung, ia bisa mendirikan sekolah itu di kampung halamannya di Leran, Gresik. Namun orientasinya bukan bisnis. Penghasilannya sebagai pedagang dan pengusaha tambah sudah cukup.

Ia mau berjuang di jalan dakwah. Toh di kampung halamannya sudah ada yayasan pendidikan yang dikelola Nahdlatul Ulama (NU) di sana. Sementara di Dolly belum ada yang memperjuangkan syiar Islam. “Kalau dakwah di Gresik, podo karo nguyahi segoro (sama seperti menggarami lautan, Red),” lanjut Nu’man yang duduk di samping sang adik: M. Rofi’uddin.

Maka Haji Umar dan seluruh keluarganya berbondong-bondong membangun yayasan itu. Anak dan keponakan yang masih kecil diajak ikut mengaduk semen dan ikut membantu pembangunan. Semua itu dilakukan agar semuanya merasa ikut membangun dan mewarisi perjuangan dakwah itu nantinya.

Namun, intimidasi datang bertubi-tubi. Sejumlah kelompok masyarakat tidak menginginkan adanya masjid dan sekolah Islam di sana. “Keluarga kami diteror. Sekolahan itu dilempari kotoran manusia,” kenang Nu’man.

Saat itu tempat pelacuran Dolly juga sudah buka. Gesekan dengan preman dan pengelola tempat prostitusi juga ikut menghangat. Jadi, musuhnya berlipat ganda.

Dalam perjalanannya, nama Dolly jauh lebih cepat melambung. Namun Umar dan keluarganya tetap istiqamah di jalan dakwah melalui Masjid Nurul Hidayah dan Sekolah Bahrul Ulum itu.

Namun ada rasa khawatir pada generasi penerusnya: Bani Umar. Sangat berat membesarkan anak-anak di poros kemaksiatan. Mau tidak mau, mereka harus hijrah. (*)


Editor :
Publisher :
Sumber :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button