Nasional

Perang Gerilya Teroris Papua

KKB (kelompok kriminal bersenjata) Papua menggila. Mereka membakar Bandara Aminggaru, Ilaga, Papua, Kamis (3/6). Membunuh empat warga sipil. Kontak tembak lawan TNI-Polri, lalu teroris kabur masuk hutan lagi.


AMEG – Dari kejadian itu, beban tugas TNI-Polri tambah berat. Teroris Poso pembantai warga sipil belum beres. Kini ditambahi teroris KKB Papua.

Baca Juga

Dari kejadian itu, juga bisa disimpulkan: Teroris membunuh siapa saja. Tak peduli sesuku. Di Papua maupun Poso.

Rusuh di Papua dimulai Kamis (3/6) sekitar pukul 17.30 WIT. Teroris membakar gedung kantor dinas perhubungan yang juga kantor unit penyelenggara bandar udara (UPBU) dan kantor AirNav di Kabupaten Puncak-Ilaga, Papua. Rumah dinas juga dibakar.

Sore itu juga, pasukan gabungan Polri-TNI menuju bandara. Terjadi kontak tembak lawan teroris. Kemudian, teroris kabur, masuk hutan lagi.

Kepala UPBU Ilaga Herman Sujito kepada pers mengatakan, bangunan dua lantai itu dibakar teroris KKB. “Itu gedung untuk operasional kami, juga AirNav serta beberapa rumah dinas,” kata Herman kemarin (4/6).

Malamnya, teroris lanjut membakar Bandara Aminggaru, Ilaga. Lokasi dekat kantor dishub yang sudah dibakar.

Di bandara, yang dibakar: ATC (air traffic controllers) Bandara Aminggaru, pesawat rusak yang terparkir, dua unit rumah warga sipil, dan ekskavator.

Kasatgas Humas Nemangkawi Kombes Iqbal Alqudussy menjelaskan, Jumat (4/6) pukul 05.30 WIT pasukan gabungan Polri, TNI-AD, dan TNI-AU menyisir bandara.

Ternyata ada yang tewas, pria Hebel Helenti, 30, warga Kabupaten Alor, NTT, yang tinggal di Papua. Ia tukang bangunan.

Ketika aparat mengevakuasi korban, terorisnya muncul. Terjadilah kontak tembak. Proses kontak tembak sampai tiga jam.

Sekitar pukul 11.30 WIT, unit identifikasi mengolah TKP pembakaran.

“Selanjutnya tim pimpinan Kapolres Puncak kembali ke mapolres. Ternyata, ada warga melapor bahwa ada lima warga sipil yang dibunuh teroris dan tiga orang lainnya terluka,” tuturnya.

Yang dibunuh, Kepala Desa Nipurlema, Ilaga, Petianus Kogoya dan empat anggota keluarganya.

Akibat teror, penduduk Ilaga mengungsi. Meski para teroris sesuku, mereka tak pandang suku, membunuh. Sampai Jumat malam, suasana di Ilaga mencekam.

Dalam empat tahun terakhir, teroris Papua sudah 66 kali menyerang warga sipil dan aparat keamanan.

Perinciannya, pada 2017 terdapat 22 kali penembakan. Tahun 2018, 12 kali. Tahun 2019, 4 kali. Tahun 2020, 25 kali.

Tahun 2021, 3 kali. Yakni, serangan yang menewaskan Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua Brigjen TNI Gusti Putu Danny Nugraha. Ia gugur ditembak KKB di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Minggu (25/4).

Dua hari berselang, Selasa (27/4), anggota Brimob Bharada Komang gugur dalam kontak senjata dengan KKB di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua.

Dua anggota Polri lainnya, Muhammad Syaifiddin, anggota Polres Mimika, tertembak di perut dan Ipda Anton Tonapa tertembak di punggung.

Tampak, aparat kesulitan untuk menumpas teroris Papua. Teror pun terus berlangsung.

Apa sulitnya?

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyebut kesulitan ada dua. Pertama, medan di Papua. Hutan belantara dan pegunungan.

“Itu membutuhkan sumber daya yang harus maksimal,” kata Rusdi kepada wartawan di Mabes Polri Senin (26/4).

Polri dan TNI kurang terlatih perang hutan di pegunungan. Sebagian aparat, khususnya TNI, terlatih perang di hutan, tapi kurang menguasai medan di Papua.

Sebaliknya, teroris Papua lahir dan dibesarkan di situ.

Kedua, teroris menyamar jadi penduduk setempat. Sebenarnya bukan menyamar. Mereka lahir dan dibesarkan di situ, tapi mereka membaur ke warga yang bukan teroris.

Aparat kesulitan membedakan, mana teroris mana yang bukan. Wajah, warna kulit, rambut mereka sama.

Warga yang disusupi teroris tidak berani melapor. Sebab, mereka diancam teroris. Ancaman bukan sekadar gertakan. Teroris dengan entengnya membunuhi warga.

Ketika aparat gabungan patroli masuk hutan, para teroris menyusup ke rumah warga. “Mereka masuk ke penduduk. Menyamar jadi penduduk,” beber Rusdi.

Suatu saat aparat curiga, dan menggeledah suatu rumah, terorisnya keluar, ketemu petugas, berhadapan, bicara. Teroris mengaku keluarga di situ. Sedangkan kepala keluarga membenarkan (karena takut). Beres.

Di saat lain, kelompok teroris keluar dari hutan. Menyerang aparat secara mendadak. Serangan dadakan itulah, antara lain, yang menewaskan Kabinda Papua Gusti Putu Danny Nugraha.

Jadi, aparat selalu pada posisi defensif. Teroris melancarkan serangan gerilya dari dalam hutan.

Semoga Polri-TNI bisa mengatasi problem itu. (*)


Editor : Sugeng Irawan
Publisher : Rizal Prayoga
Sumber : Di's Way

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button