Kota BatuWisata

PPKM Diperpanjang, Pariwisata Batu Terancam

AMEG – Kota Batu dikenal sebagai kota wisata, baik alam maupun buatan. Kini eksistensinya terancam, menyusul kebijakan PPKM Level 4 yang kembali diperpanjang.

Diakui atau tidak, pengelola tempat wisata mulai mengeluh, bahkan terancam gulung tikar. Pendapatan tidak ada, biaya operasional jalan terus, belum lagi pajak yang tidak ada keringanan. 

Manager Marketing dan PR Jatim Park (JTP) Group, Titik S Ariyanto, mengungkapkan, jika sampai akhir tahun situasi tetap seperti ini, pihaknya khawatir manajemen keuangan JTP Group mengalami kesulitan. 

Baca Juga
Manager Marketing & PR Jatim Park (JTP) Group, Titik S Ariyanto.

“Kalau sudah bangkrut, kemungkinan terburuk, terpaksa menutup usaha yang sudah menjadi destinasi ini, atau menjual sejumlah aset untuk menutup biaya operasional,” tambah Titik, Rabu (4/8/21).

Meski begitu pihaknya tetap berusaha semaksimal. “Kami akan lihat situasi dan perkembangan ekonomi seperti apa beberapa bulan ke depan. Yang jelas kami harus bertahan,” katanya.

JTP Group memiliki 15 tempat wisata dan hotel, dengan 1.700 karyawan, serta 2.500 rekanan atau pihak yang ikut mengembangkan bisnis. 

Selama pandemi Covid-19, JTP Group menerapkan sistem 50 persen karyawan masuk kerja secara bergantian. Setiap karyawan masuk 15 hari dalam satu bulan, dengan upah 50 persen dari gaji maksimal.

Bersamaan penerapan PPKM Level 4, JTP Group merumahkan sejumlah karyawan. Yang masuk hanya diberi waktu kerja lima jam, mulai pukul 07.00 WIB hingga 12.00 WIB.

“Meski tutup, kami tetap memberi gaji 50 persen,” ungkapnya. Pada situasi serba sulit ini, pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

“Sejak awal pandemi hingga saat ini, kami tidak pernah melakukan PHK karyawan. Hanya pekerja harian atau casual saja yang kami selesaikan,” ujarnya.

Jika dihitung, untuk gaji 1700an karyawan JTP Group, setiap bulan menelan biaya sebesar Rp 2 miliar lebih. Belum lagi biaya operasional lain, seperti listrik, pakan binatang, air dan sebagainya. 

“Jika dihitung secara keseluruhan, untuk biaya operasional setiap bulan mencapai Rp 4 miliar. Sedangkan saat ini tidak ada pemasukan. Ketika situasi ini terus berlangsung hingga akhir tahun, otomatis kondisi keuangan akan pailit,” tutupnya.

Sementara itu, Wakil Ketua l DPRD, Nurochman, menerangkan, dalam situasi seperti ini, Pemkot Batu perlu melakukan langkah strategis untuk menyelamatkan destinasi wisata. Dia juga menyarankan segera rapat kerja untuk membicarakan masalah itu. 

Sedangkan mengenai keringanan pajak, hal tersebut bisa saja dilakukan. Caranya menyurati Pemprov Jatim dan Pemerintah Pusat. Serentak dari pihak eksekutif maupun legislatif. Lantaran peraturan daerah mengacu peraturan pusat. 

“Perubahan regulasi yang kami maksud, adalah perubahan pemberian potongan pajak terhadap pelaku wisata. Untuk melakukan hal tersebut, selama ini masih terbentur dengan UU No 28 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah serta Perwali No 19,“ terangnya. 

Dengan adanya keringanan pajak tersebut, secara otomatis berdampak pada penurunan PAD. Menurutnya hal itu bukan menjadi masalah dalam waktu ini. Karena Kota Bayu tak berkembang secara mandiri hingga bisa seperti ini.

“Pelaku wisata tutut andil dalam perkembangan Kota Batu. Maka dari itu, mereka tidak boleh dipandang sebelah mata,” tegas Ketua DPC PKB Kota Batu ini. 

Nurochman juga khawatir, ketika salah satu pelaku wisata bangkrut maka akan berimbas pada efek yang sama dengan sejumlah pelaku wisata lain. “Perubahan regulasi pajak ini bisa diterapkan sementara waktu. Kalau kondisi sudah kembali normal, maka bisa disesuaikan kembali regulasinya,” tutupnya. (*)

Foto; Manager Marketing & PR Jatim Park (JTP) Group, Titik S Ariyanto. . 


Editor : Achmad Rizal
Publisher : Rizal Prayoga
Sumber : -

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button