Prof Nidom Berharap Uji Klinis VakNus Tidak Berhenti
AMEG-Ketua Tim Riset Formulasi Vaksin Professor Nidom Foundation (Nidom) Prof Chairul Anwar Nidom lega saat Vaksin Nusantara (VakNus) menjadi autologous. Digunakan atas kepentingan pasien.
Namun, menurut Nidom, seharusnya tahap uji klinis VakNus tetap dilanjutkan. Baik itu fase 1,2, dan 3. Saat fase 3 tidak bagus, BPOM tinggal mencoret saja Vaknus tersebut.
Nidom optimistis bila penelitian Vaknus ini berhasil, akan mengubah metode pembuatan vaksin ke depannya.
Ia mengatakan, kemungkinan cara membuat vaksin tidak lagi dengan cara disuntikkan ke tubuh manusia. Melainkan diambil sampel dendritik kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh.
“Memang Vaknus ini jadinya autologous. Jadi ke depannya antara vaksin konvensional dan VakNus bisa saling melengkapi untuk mengentaskan pandemi,” katanya.
Polemik Vaksin Nusantara (VakNus) diakhiri dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin, KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala BPOM Penny K. Lukito. Disaksikan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Dalam MoU itu disebutkan bahwa pengembangan Vaknus tidak perlu melakukan uji klinis melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Melainkan hanya demi kepentingan penelitian dan pelayanan saja. Selain itu sifatnya autologus. Yakni penelitian yang dipergunakan untuk diri pasien sendiri. Sehingga tidak dapat dikomersialkan secara masal.
Nasib penelitian yang terhambat BPOM juga pernah terjadi kepada obat kombinasi Covid-19 Unair. Saat itu Unair juga bekerja sama dengan TNI-AD dan BIN.
Rektor Unair Prof. M. Nasih mengatakan, obat kombinasi Unair pada saat itu memang belum sempurna. BPOM menganggap uji klinis belum tuntas. Sehingga diperlukan tambahan sampel lagi.
Menurut Nasih, penelitian itu membutuhkan dana besar jika dilanjutkan uji klinisnya. Sedangkan pihak sponsor tidak mau melanjutkan. “Maka kita serahkan (laporan penelitian) kepada pemberi pekerjaan dalam hal ini BIN dan TNI AD,” ujarnya.
Meski begitu obat penelitian tetap digunakan. Setidaknya RS Unair, RS di bawah naungan TNI-AD masih menggunakan obat tersebut. Namun obat tersebut tidak diedarkan secara masal. Hanya kalangan tertentu saja yang bisa memakainya.
Ada syarat yang harus dipenuhi untuk menggunakan obat tersebut. Menurut Prof Nasih, hanya pasien yang mendapat rekomendasi dari dokter tertentu yang bisa menggunakannya. Bila terjadi sesuatu kepada pasien, kata Nasih, dokter yang memberi rekomendasi tersebut yang akan menanggung. “Tapi kan obat kombinasi ini gabungan obat yang sudah diizinkan BPOM. Nah nanti dokter yang menyarankan, cocok atau tidak,” ujarnya. (ir)
Editor | : | |
Publisher | : | |
Sumber | : |