FilmLifestyle

Black Is the New White

Without Remorse (2021)

WITHOUT REMORSE menjadi entah film keberapa yang diambil dari novel karya Tom Clancy. Karena itu judul aslinya adalah Tom Clancy’s Without Remorse. Dibintangi Michael B. Jordan dan Jamie Bell, ia mengisahkan tentang mantan anggota angkatan laut AS yang berupaya membalas dendam. Lantaran istrinya yang sedang hamil dihabisi oleh pembunuh bayaran Rusia.

Ia sedianya akan dirilis di bioskop tahun lalu. Namun tertunda akibat pandemi. Without Remorse akhirnya dirilis di Amazon Prime Video dua pekan lalu (30/4). Berikut pandangan anggota Grup Diskusi Mania Film tentang film yang disutradarai Stefano Sollima itu. (ekn-*)

***

Baca Juga

WITHOUT REMORSE diterjemahkan sebagai tanpa penyesalan. Kalau kata orang Jawa Timur, koyok ga duwe salah. Semisal habis mencet nyamuk sampe gepeng. Karena masih gemas lalu dipencet lagi sampai tubuh nyamuk habis tak bersisa. Ada rasa puas dan tidak merasa bersalah.

Kira-kira begitu maunya Taylor Sheridan dan Will Staples, penulis Without Remorse. Yang penting tujuan tercapai. Dalam kasus nyamuk, yang penting dendam karena sudah dibikin gatal terlampiaskan dengan seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Tapi kan hidup tidak selalu seperti itu, mesti ada sesuatu yang menghalangi.

Termasuk saat menonton film ini. Maunya dar der dor, bak bik buk, selesai. Atau setidaknya ada kejelasan dari semua yang ditampilkan di dalam cerita. Masalahnya, sang penulis naskah dan proses pra produksinya kelihatan kedodoran. Sampai-sampai saya berpikir, film ini kalau bukan Stefano Sollima yang bikin, sudah hancur dari awal.

Sollima adalah sutradara favorit saya. Ia berhasil membuat Gomorra dan Sicario 2 (terutama karena berhasil menyelamatkan seri Sicario) dengan baik. Maka saya mau menonton Without Remorse hingga akhir. Produksi film ini bermasalah sejak dulu. Tepatnya sejak 1995, sampai akhirnya berhasil dibikin tahun 2019.

Kalau boleh berkomentar negatif, kemungkinan besar naskahnya mengambil langsung dari novel Tom Clancy. Padahal, tidak semua buku Clancy bagus untuk diangkat ke film, sekalipun secara detail mencengangkan. Sheridan membuat naskah dengan brilian untuk Hell or High Water dan seri Sicario. Kenapa di sini bisa berbalik 180 derajat?

Sementara dari sisi casting juga kurang. Tidak ada gereget selain dari Michael B Jordan. Guy Pearce yang biasanya bagus malah melempem. Inginnya, selesai menonton saya tidak merasa bersalah. Eh, malah sebaliknya. Kenapa saya memilih film ini untuk ditonton…

Wimpie, karyawan swasta

***

SATU KATA kata yang dapat saya ucapkan untuk film ini. KLISE! Ya, Without Remorse mengandaskan ekspektasi saya yang terlanjur melayang tinggi karena nama-nama besar di belakangnya. Stefano Sollima dan Tom Clancy adalah dua nama yang menjadi alasan utama saya menonton film ini. Walaupun sempat heran melihat rating di Rotten Tomatoes hanya 44 persen.

Sollima adalah sutradara asal Italia yang terkenal dengan film-film bertemakan dunia kriminal. Seperti All Cops Are Bastards, Suburra, dan Sicario: Day of the Soldado. Sedangkan Clancy adalah bapaknya novel-novel thriller dunia spionase dan operasi militer khusus. Karya-karyanya yang dikenal moviegoers antara lain franchise Jack Ryan. Yang sudah difilmkan lima kali dengan empat aktor berbeda.

Tapi sangat disayangkan, film yang menjadi kisah origin tokoh John Kelly/Clark (salah seorang tokoh utama di novel Clancy selain Jack Ryan) ini tidak digarap secara maksimal. Penulisan naskah yang lemah oleh Taylor Sheridan dan Will Staples menjadi akar persoalan.

Plot film seakan-akan berjalan secara autopilot. Nyaris tidak ada hal baru yang bisa didapatkan dari film ini dari sisi alur cerita. Bahkan pada saat saya mendapati adanya adegan tambahan di tengah-tengah credit title, saya sudah tidak peduli. Sollima mencegah film ini kandas ke dasar yang lebih dalam. Karena dari sisi sinematik film ini masih tertolong oke. Walau tidak istimewa.

Poin positif yang bisa diakui dari Without Remorse hanyalah akting Michael B. Jordan. Ia tampil meyakinkan sebagai John Kelly, karakter protagonis yang agresif dan akan melakukan apa saja untuk menuntaskan misinya. Namun tetap menampilkan sisi humanis yang kuat. Tanpa akting kuat Jordan, film ini lebih baik dilewatkan saja.

Edwin Santioso, karyawan swasta

***

FAIR SKIN has been in favor for, what, the past hundreds of years. But, now the pendulum has swung back. Black is in fashion! Itu adalah kutipan dialog dari film Get Out (2017). Penunjukan Michael B. Jordan sebagai kararakter John Kelly/Clark mungkin sangat disengaja. Hollywood dilanda demam kulit hitam. Apa-apa harus hitam.

Karakter John Kelly/Clark di novel aslinya adalah kulit putih. Bahkan karakter ini dulunya pernah diperankan oleh Willem Dafoe di Clear and Present Danger (1994) dan Liev Schreiber di The Sum of All Fears (2002). Tapi bukan itu yang mengganggu saya. Ada dua hal yang sangat mengganggu kenyamanan menonton sejak awal film ini mulai.

Pertama, adegan paling awal saat John Clark menembak musuh dari kolam air. Dan yang kedua, adegan ia mengganggu permainan catur dua anak kecil di sebuah acara pesta keluarga.

Yang pertama, air itu 800 kali lebih padat dari udara. Peluru tak mungkin bisa keluar dari air kolam. Apalagi sampai membunuh dengan tepat sasaran. Lagian ngapain mereka nyemplung di kolam? Dengan setting di hotel, berarti itu kolam renang. Jadi mereka datang ke hotel, pakai peralatan selam, kemudian nyemplung hanya untuk membunuh dua ekor teroris? Plis deh.

Yang kedua, soal catur. Jika diamati, urutan giliran catur itu seharusnya anak perempuan di sebelah kanan yang memegang bidak warna putih. Tapi kemudian tanpa penyesalan, John Kelly secara serampangan mengambil giliran. Dengan menggerakkan gajah hitam dan memakan ratu. Selain salah giliran, gajah hitam itu di posisi putih. Dan ratu di posisi hitam. Mana bisa bergerak seperti itu? Duh, kah.

Pada 10 menit pertama, saya kira ini film parodi dari karya Tom Clancy. Ternyata bukan. Ini film serius. Padahal akan bagus jika sekalian saja dibuat parodi. Karena setelah setelah dua adegan di atas, semua berjalan dengan penuh keganjilan. Mobil melindas orang, pembunuhan di kemacetan, lampu mati di rumah, dan masih banyak lagi.

Sebagai catatan, ini bukan soal plot hole atau logika aksi sebuah film. Dan ini juga bukan soal protagonis yang selalu luput ditembak peluru. Bukan, bukan itu. Tapi ini soal keseriusan dalam menangani detail-detail kecil dalam sebuah film. Ingat, ini bukan film fantasi lho. Kalau adegan atau plotnya tidak masuk akal, sulit mengharapkan penonton untuk terlibat dan menikmati film.

Tanpa penyesalan, saya katakan, sebaiknya skip saja film ini. Daripada Anda menyesal nantinya. Entah siapa yang akan lebih menyesal. Produser atau penonton. Tapi mereka sepertinya tidak menyesal. Di pertengahan kredit, ada petunjuk untuk sekuel. Rainbow Six? Entahlah. Semoga almarhum Tom Clancy bisa beristirahat damai di sana.

Awik Latu Lisan, pengamat film


Editor :
Publisher :
Sumber :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button