Pendidikan

Meniti Jalan Profetik

Oleh: Abd. Aziz (*)

Baca Juga

Dalam sebuah diskusi kebangsaan, muncul satu adagium, istilah atau pandangan yang coba memotret seorang akademisi dan politisi. Apa, gerangan? Akademisi itu, boleh salah tapi tidak boleh bohong!

 

Artinya, dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan serta pengabdian pada masyarakat, ikhtiar menyuguhkan sesuatu yang bersifat ilmiah, walaupun belum tentu memenuhi unsur kebenaran tunggal atau mencapai derajat kebenaran yang sempurna, tidak boleh berbohong dalam menyajikan kerja akademisnya.

 

Bagaimana jika memiliki niat menyembunyikan kerja akademis alias berbohong? Saat itulah ia akan terjerembab dalam kubangan yang disebut melabrak nilai (value) moralitas insan cendekia. Integritas akademiknya rapuh!

 

Sejarah akan mencatatnya sebagai akademisi yang tak patut untuk dijadikan rujukan sebagai seorang cendekiawan.

 

Puncaknya, ia akan digolongkan sebagai akademisi yang layak menyandang status tuna integritas dimana ucapan, sikap, dan tindakannya tidak selaras dengan informasi, realitas sebenarnya, yang tak dibenarkan untuk ditutup-tutupi.

 

Sebaliknya, politisi itu, boleh bohong namun tidak boleh salah! Dalam ritual kampanye politik lima tahunan, Pemilu 2024, misalnya, tak sedikit politisi yang tak segan mengumbar janji politik muluk-muluk, bahkan tak jarang membual demi elektabilitas dan elektoral: tingkat dukungan, popularitas seseorang dan potensi keterpilihan figur dalam laga demokrasi.

 

Namun, ketika sudah duduk di kursi empuk kekuasaan, acapkali lupa atau melupakan komitmen politik yang pernah dilontarkannya pada waktu terdahulu, dan masyarakat tak bisa berbuat banyak selain sekadar bergumam dan menagih lirih serta memilih diam.

 

Sebaliknya, saat ia melakukan kesalahan yang dikualifikasi mendegradasi moralitas seorang politisi, berbuat sesuatu yang melanggar kesusilaan, misalnya, ia akan dicerca, dipersalahkan, bahkan dikutuk sedemikian rupa sampai tergerus integritas, dan nama baik yang disandangnya.

 

Baik akademisi maupun politisi, yang dengan sengaja berbohong, keduanya tergolong sesat dan menyesatkan. Apalagi, praktik kebohongan itu dilakukan secara rapi dan terus-menerus sehingga tampak benar. Seolah-olah benar adanya.

 

Jika kebohongan akademisi dan politisi ini terus terjadi, sungguh akan membahayakan sendi-sendi kehidupan dan masa depan masyarakat.

 

Maka dari itu, jadilah akademisi yang jujur, dan terus menjunjung integritas moral dalam derap visi mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

Tampil-lah sebagai politisi yang realistis dalam berpolitik, dan menjaga integritas moral dalam kerja-kerja politik agar trust, kepercayaan publik terjaga hingga ujung pengabdian itu tiba.

 

Inilah yang penulis sebut, meniti jalan profetik. Sebuah jalan yang memadukan nilai-nilai sosial dan kenabian dalam kehidupan nyata. Menjadikan perjuangan seorang Nabi sebagai literatur utama, mengambil keteladanan yang tak pernah lekang oleh waktu.

 

Budayawan, sastrawan sekaligus sejarawan Indonesia, Kuntowijoyo (1943-2005) berujar bahwa, integrasi jalan sosial dan kenabian akan menaikkan derajat manusia.

 

Tak saja itu, akan membebaskan manusia dari belenggu kehidupan pragmatisme dan kapitalisme sekaligus meneguhkan manusia untuk tegak lurus! Beriman pada Tuhan-nya. 

 

(*) Advokat, Legal Consultant, Mediator Non Hakim, dan CEO Firma Hukum PROGRESIF LAW. Kini, Sekjen DPP Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK)


Editor :
Publisher :
Sumber :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button