Kabupaten Malang

Penanganan PMK, Waspadai Gejala Awal hingga Pascapemulihan

AMEG – Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Jawa Timur, drh Deddy Fachruddin Kurniawan menyatakan, penanganan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) sapi tidak bisa ditunda-tunda karena risiko dampaknya yang cukup cepat, Jumat (1/7/2022).

“Sifat penularan penyakit PMK sangat cepat, dan bisa meluas melalui udara bebas. Jadi, penanganannya harus secepat mungkin untuk mengeremnya,” kata Deddy Fachruddin.

Menurutnya, hampir dua bulan muncul kepanikan peternak, karena juga tidak ada obat untuk bisa menanganinya. Dan, pemerintah masih belum sigap menanganinya, hingga akhirnya dibentuk Satgas Penanganan PMK sesudah itu.

Baca Juga

“Awalnya hanya menjangkiti 2 provinsi, dan sekarang sudah mewabah di 219 kota/kabupaten. Respon pemerintah pada waktu kemunculannya PMK lambat, keputusannya tidak bisa menyamai kecepatan persebaran wabah ini,” tegasnya.

Ia lalu menjelaskan, gejala sakit PMK yang dialami ternak sapi, bisa digolongkan ke dalam stadium I sampai V. Yakni, mulai sapi kehilangan nafsu makan, mengalami dehidrasi, hingga lepuh dan luka di mulut dan kaki sampai putingnya.

Menurut drh Deddy, fase gejala awal atau stadium I, sangat penting penanganannya. Jika sapi kehilangan nafsu makan, maka perlu dilakukan alternatif pemberian pakan dengan lebih banyak kadar airnya.

“Sapi malas makan tandanya sariawan. Jangan dibiarkan bisa sampai dehidrasi. Pakai contong sebagai media infus agar tetap makan,” pesannya.

Hingga gejala stadium paling parah, lanjutnya, maka ternak sapi menjadi lemas tidak banyak bergerak. Lepuh di mulut berikut luka di kaki atau kukunya, menjadikan sapi tidak bisa berdiri. Ketahanan tubuh sapi sendiri melawan penyakit hingga berisiko kematian antara 5-10 hari.

Menurut Deddy, sapi yang sudah sakit ini yang harus secepatnya ditangani. Karena keterbatasan dokter hewan yang ada, lanjutnya, maka peternak sendiri yang harus diedukasi untuk perawatannya.

“Peternak sebenarnya bisa merawat sendiri dengan edukasi yang benar. Termasuk, bagaimana tetap menjaga kandang atau bio security, agar sapi-sapi lainnya tidak tertular,” tandasnya.

Dokter hewan yang juga mengaku peternak ini lalu mengingatkan soal pascapemulihan ternak. Menurutnya, setelah terpapar PMK, maka ternak juga perlu tetap ditangani.

Sehabis terserang penyakit, jelas Deddy, sapi ternak butuh rehidrasi untuk mengembalikan metabolisme tubuhnya. Untuk sapi perah, yang sehat maka akan menghasilkan banyak susu dengan kualitas bagus.

“Sapi perah harus dikembalikan produksi susunya bagus dan melimpah, sapi potong harus penggemukan. Juga dirangsang reproduksinya, agar bisa kawin kembali,” terang pria yang juga Ketua Komite PMK Ikatan Dokter Hewan Sapi Indonesia (IDHSI) ini.

Deddy meminta pemerintah tetap turun membantu peternak, agar penanganan PMK dan pemulihannya ini bisa optimal.

“Ini artinya, penanganan PMK tidak berhenti di pengobatan ataupun vaksinasi, apalagi sekadar memberi bantuan sembako. Yang dibutuhkan itu agar peternak tetap semangat berusaha kembali (pulih). Jadi, tetap juga harus didampingi. (*)


Editor : Irawan
Publisher : Ameg.id
Sumber : Ameg.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button