Regional

Suatu Saat Harus Tembus ke Gang Lebar

Menjaga Lentera Dakwah Pesantren JeHa Jarak-Dolly (23)

Pesantren Jauharotul Hikmah (JeHa) akhirnya bisa membangun sebuah masjid setelah 13 tahun berdakwah di lokalisasi Jarak-Dolly. Tiga rumah pelacuran yang hampir setengah abad beroperasi sudah dibeli untuk jadi tempat sujud.

***

AMEG – Salah satu Pendiri JeHa M. Nasih mengangkat papan penutup lokasi pembangunan masjid, 15 April. Sore itu semua tukang sudah tak terlihat. Beberapa dari mereka beristirahat di rumah sebelah yang masih belum dirobohkan.

Baca Juga

Sebagian temboknya sudah dilubangi untuk membuang material bangunan. Batu bata, pasir dan potongan kayu masih berserakan. Reruntuhan bangunan tidak dibuang. Kelak, semuanya material itu akan ditimbun bersama tanah urukan agar semua area masjid lebih tinggi dari jalan kampung.

Di dalam gedung setengah jadi itu, terdapat seorang pria yang sedang melihat ke arah langit-langit. Ia teliti hasil pekerjaan para tukang.

“Lho,ndik kene tibakno (Lho, ternyata di sini),” kata Nasih menyapa pria itu. Ia adalah Jufri, sang mandor sekaligus arsitek masjid. Pria serba bisa itu juga alumni Gontor. Satu almamater dengan Kiai Nu’man dan M. Rofi’uddin, sepupu Nasih yang juga pendiri JeHa.

Ia adalah teman masa kecil Kiai Nu’man. Sama-sama besar dan tinggal di lingkungan prostitusi. Saat remaja mereka dikirim ke Pondok Modern Gontor (berasal dari kata: panggon kotor) di Ponorogo untuk mempertebal iman dan ilmu. Sehingga, saat kembali ke Dolly, mereka tidak terkontaminasi dengan panggon kotor versi Surabaya itu.

Kini Kiai Nu’man ditakdirkan menjadi pengajar di UIN Sunan Ampel Surabaya. Membangun manusia. Sementara Jufri yang punya bakat arsitek dan teknik sipil itu ditakdirkan banyak membangun gedung. Dua sahabat beda bakat itu kini bertemu di proyek masjid JeHa.

Berdasar desain bikinan Jufri, lantai dasar gedung itu akan difungsikan sebagai masjid dan tempat mengaji. Sisanya akan dipakai untuk asrama ponpes. Sudah terbangun tangga yang terhubung dengan lantai dua masjid. “Yang atas nanti dipakai asrama putra. Monggo (silahkan), kalau mau naik,” ajak Nasih.

Kami naik tangga dari cor-coran selebar satu meter secara perlahan. Harus hati-hati karena pijakannya berpasir. Belum ada pegangan di kanan kirinya.

Banyak beton eser yang menjulang tinggi di atas masjid. Konstruksinya disiapkan untuk gedung tiga lantai. Namun, untuk tahap pertama JeHa masih fokus menyelesaikan lantai dua.

Nasih menerangkan, masjid diapit dua eks wisma yang akan dirobohkan. Yakni wisma nomor 25 dan 29. JeHa memutuskan untuk membangun masjid di rumah paling tengah (nomor 27), setelah menghitung ketersediaan anggaran.

Pembangunan Asrama dan Masjidn Pesantren JeHa Dolly yang berada di tengah pemukiman padat Putat Jaya-1 (Foto: Eko Di’s Way)

Jika tiga rumah dirobohkan sekaligus, uang pembangunannya hanya cukup untuk membangun fondasi. “Kami robohkan satu, yang penting ada masjidnya dulu,” kata Nasih, pengusaha toko kelontong itu.

Jufri menerangkan masjid didesain membentuk huruf U. Ada halaman yang difungsikan sebagai ruang terbuka. Minimal ada tempat parkir.

Tapi halaman masjid hanya bisa menampung sepeda motor. Lebar Putat Jaya Gang IV B tak sampai dua meter. Banyak bangunan tak punya ruang parkir. Sepeda motor dijejer di tepi jalan sempit itu. Kendaraan roda empat sulit masuk.

Ini problem yang masih dipikirkan oleh pengurus JeHa. Suatu saat JeHa akan jadi ponpes besar dengan ribuan santri. Tak mungkin terus-terusan berkegiatan di gang sempit itu.

Satu-satunya solusi adalah membeli rumah-rumah di belakang masjid. Ada eks wisma yang lokasinya sangat potensial untuk dibeli. Kalau berhasil dimiliki, area masjid bisa tembus ke gang lebar yang bisa dilewati dua mobil sekaligus. Pintu Dakwah JeHa juga akan lebih terbuka.

Nasih menunjuk rumah di sisi selatan. Garis atapnya sudah tidak lurus lagi. Bergelombang. Tampaknya, kayu penopang rumah itu sudah termakan usia. Kalau tidak segera diperbaiki bisa roboh.

Tentu nilai jual rumah itu bisa lebih murah jika rusak. JeHa tak butuh bangunannya. Semua akan dirobohkan seperti tiga wisma yang sudah dikuasai.

Meski begitu, rumah reyot itu sulit sekali dibebaskan. JeHa sudah berkomunikasi dengan pemiliknya. Mereka belum berniat melepasnya.

Ada juga rumah yang berdiri tepat di belakang masjid. Bangunannya sudah lebih kukuh. Dua lantai. Kalaupun dibeli, JeHa harus mengeluarkan uang lebih banyak.

Namun tidak ada yang tidak mungkin. JeHa sudah melewati banyak ujian yang bagi sebagian orang dianggap mustahil. Pesantren didirikan di atas kemustahilan. Banyak yang meragukan berdirinya JeHa di Jarak-Dolly. Mana mungkin ada pesantren yang berdiri di tengah lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu. Yang oleh pemerintah daerahnya dibiarkan dan jadi ’’destinasi wisata’’. Dolly masih berada di ujung kejayaannya saat Jeha didirikan pada 2008.

Namun Kiai Nu’man dan pendiri JeHa lainnya tetap membulatkan niat. Perlahan tapi pasti pesantren berkembang. Santrinya sudah berkembang dari 30 orang menjadi 225.

Para pengurus JeHa bermimpi bisa membeli sebanyak mungkin gedung di sekitar Masjid. Mereka ingin menjadikan Jarak-Dolly terkenal sebagai bumi santri seperti Pesantren Gontor. Bukan terkenal karena pelacurannya.

Kerja Sama dengan Sekolah Bahrul Ulum, baca besok… (*)

Doan Widhiandono

Recent Posts

{{ keyword }}

{{ text }} {{ links }}

4 bulan ago

{{ keyword }}

{{ text }} {{ links }}

4 bulan ago

{{ keyword }}

{{ text }} {{ links }}

4 bulan ago

Real Count Sirekap Dihentikan, Sudirman Said Menilai Pemilu 2024 Bermasalah

AMEG.ID, Indonesia - Co Kapten Timnas Pemenang Anies-Muhaimin Sudirman Said menyebut penghentian tayangan real count…

6 bulan ago

Aksi Massa Dukung Proses Hukum Soal Dugaan Korupsi Ganjar Pranowo

AMEG.ID, Indonesia - Massa yang merupakan aliansi masyarakat Jawa Tengah menggelar aksi di depan kantor…

6 bulan ago

Dindik Jatim Bekali Ratusan Guru untuk Hadapi Era Digital

AMEG.ID, Jawa Timur - Dinas Pendidikan Jawa Timur membekali ratusan guru untuk siap menghadapi tantangan…

6 bulan ago

This website uses cookies.