NasionalPeristiwa

Edukasi dari Mendikbud Nadiem

Mendikbud Nadiem Makarim geram. Pelecehan seksual di sekolah marak. Justru jadi bahan gurauan. ”Ini bikin saya geram,” katanya di diskusi daring Selasa (27/4). Hal positif yang jarang diucapkan Mendikbud lain.

————–

Dunia ini seolah milik lelaki. Perempuan dianggap sekadar pelengkap.  Nadiem menganggap, jika pelajar atau guru memandang pelecehan seksual sebagai gurauan, menandakan mereka tak terdidik baik. 

Baca Juga

Kini, di sekolah, masih banyak yang begitu. Mereka bingung. Apa saja perilaku pelecehan seksual? Mengapa? 
Jika pertanyaan itu muncul, berarti mereka (pelajar-pengajar) berada di wilayah abu-abu. Tidak tahu, mana pelanggaran hukum dan mana bukan. Karenanya, jadi bahan guyonan.

”Padahal, pelecehan seksual masalah serius,” ujar Nadiem. Kelahiran Singapura, 1984, lulusan Harvard Business School, Amerika Serikat, 2006. ”Kalau kita tidak tahu, pelecehan seksual akan terus berulang-ulang. Dianggap hal biasa.”

”Sudah saatnya pemerintah berposisi menjelaskan, bahwa yang abu-abu ini, sebenarnya bukan abu-abu,” tegasnya. Maka, Kemendikbud  merancang Permendikbud tentang kekerasan seksual. ”Kini proses dengan stakeholder lain.”

Sikap Nadiem terkait kesetaraan gender. Yang di negara-negara Nadiem bersekolah sudah sejak dulu ”klir”. Di kita belum klir. Sengaja tidak dibuat klir oleh para lelaki. Biar selalu menang. Buktinya banyak.Lagu Sephia, Sheila on 7. 

Liriknya, pada ref, begini: Selamat tidur, kekasih gelapku…Semoga cepat, kau lupakan aku…Sangat populer 20 tahun silam. Bahkan, digemari sebagian besar perempuan. Sampai histeris (kalau ketemu vokalisnya). Mengherankan bagiku. Tanda, bahwa mereka gagal paham, bahwa jadi simpenan itu rendah. Tidak equal. Tidak bermartabat.

Berarti, sistem nilai masyarakat kita keliru. Khususnya perempuan. Masih zaman Kartini, kita.Kalau korban (pelecehan seksual) tidak merasa sebagai korban, apakah ini kejahatan? Mirip euthanasia (suntik mati). Kalau ada orang minta di-euthanasia, terus terjadi, apakah itu pembunuhan?

Walau, teori banyak. Ketua Komisi Partisipasi Masyarakat, Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, pada diskusi virtual, Jumat (20/3), berteori, ada empat jenis pelecehan seksual. Terhadap perempuan (nyaris tak ada terhadap lelaki).

1. Disiuli saat lewat. Sangat sering terjadi, sangat biasa. Ini pelecehan seksual verbal. 

2. Dikerdipi mata. Atau mata genit. Kalau yang dikerdipi tak suka, ini pelecehan.

3. Sebut anggota tubuh. Biasa disampaikan (lelaki) secara bercanda. Agar tak didamprat.

4. Sentuhan tak dikehendaki (oleh tersentuh). Di bus umum, KA, atau bisa di mana saja.

“Masyarakat perlu tahu. Ketika ada orang menyentuh, ngata-ngatain, itu adalah bentuk kekerasan,” ujar Veryanto
Repotnya, pelecehan seksual belum diadopsi peraturan. ”Sehingga, kalau warga lapor, polisi malah bingung. Mau pakai UU apa?” kata Veryanto.

Syaldi Sahude dari LSM Aliansi Laki-laki Baru, mengatakan, pelecehan verbal seperti siulan, hampir semua dilakukan lelaki saat mereka bergerombol. Sedangkan cewek yang disiuli, sendirian. Jelas kalah bala.

”Selalu, perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Sehingga terjadilah pelecehan tadi,” katanya. Padahal, pelecehan verbal melalui gurauan seksis merupakan langkah awal pelecehan lebih besar.

Siulan, tanpa ditanggapi oleh perempuan yang disiuli, pun penyiulnya kadang tetap mengejar, mendekati. Bergantung respons verbal, gestur tubuh, perempuan yang disiuli. Kalau perempuannya ”endel”, pasti dikejar. Apalagi, kalau sampai perempuan senyum.

Ini yang oleh Syaldi Sahude disebut: ”Langkah awal, pelecehan lebih besar”. Siulan jadi semacam tester. Jika respons perempuan salah, atau sistem nilai keliru, lelaki bisa menaikkan intensitas pelecehan. Berpotensi pada pemerkosaan. 
Sebab, lelaki mengira ”respons yang salah” itu adalah sinyal seksual. Apalagi, dengan maraknya video porno internet sekarang.

Uniknya, edukasi tentang itu, tukang kompor terkait itu, malah banyak dilakukan lelaki. Nadiem Makarim. Veryanto Sitohang. Syaldi Sahude. Termasuk aku. Lha… perempuan pada ke mana, Sista?

Lebih miris lagi, kalau cewek-cewek Jakarta ngumpul, terus ada cowok lewat sendirian, malah ngeledek: ”Hai cowok… godain gue, donk…”

Seolah-olah, cewek ingin membalas siulan dari gerombolan cowok. Jika dia lewat sendirian. Maksudnya balas dendam. Padahal, tambah salah. Kesalahan pangkat dua.

Tanda, bahwa memang ada kekeliruan sistem nilai. Sedangkan, hukum dibangun berdasarkan sistem nilai. Fondasi hukum adalah sistem nilai yang berkembang di masyarakat.

Di Singapura, cewek keluar tengah malam, dengan rok mini, lewat di depan gerombolan lelaki, tenang saja. Hukum yang berlaku di sana sangat keras untuk pelecehan seksual. Sephia…. Jangan pernah panggil namakuBila kita bertemu lagi…. Di lain hari. (*)


Editor :
Publisher :
Sumber :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button