Malang RayaRegional

Ini Testimoni Alumni Sekolah SPI Kota Batu

AMEG – Kasus dugaan tindak kekerasan seksual, fisik dan eksploitasi ekonomi di salah satu sekolah ternama di Kota Batu sepertinya nampak benar. Ini diketahui, sesuai keterangan dari salah satu alumni siswi di sekolah tersebut yang tidak mau disebutkan identitasnya.

Berdasarkan kesaksian yang dia ceritakan kepada ameg.id. Dia masuk ke sekolah tersebut sekitar delapan tahun lalu. Setelah mengenyam pendidikan SMA, dia lulus tiga tahun setelahnya. 

Seusai lulus dia masih bertahan di sekolah tersebut untuk bekerja. Namun, sekitar awal tahun ini, dia memilih resign dari sekolah itu dan memilih pulang kampung ke daerah asal.

Baca Juga

Menanggapi berita yang tengah beredar saat ini. Dia mengatakan bahwasannya berita itu benar adanya. Meski begitu, dia tidak mau berkomentar lebih banyak. Dengan memilih mendoakan yang terbaik saja, apa yang tengah terjadi saat ini.

“Untuk komentar lebih banyak saya tidak berani. Lebih baik langsung kepada pihak berwajib ataupun ke pihak sekolah saja. Namun yang jelas saya tahu apa yang terjadi di sekolah tersebut,” ujarnya kemarin.

Sementara itu, pertimbangan dirinya memilih resign dari sekolah itu salah satunya juga memiliki sangkut paut dengan berita yang ada saat ini. Karena dia merasa ada yang tidak beres. Mulai dari sistem kerja dan salary yang dia terima.

“Pada dasarnya orang bekerja itu selama delapan jam. Namun di sana tidak seperti itu. Sistem kerja di sana melebihi waktu ideal tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, manusia tetaplah manusia. Sehingga jika waktunya beristirahat seharusnya juga harus beristirahat. 

“Kerja di sana itu bisa dibilang seperti kerja rodi. Sehingga sistem kerja seperti itu sangat jelas sudah sangat tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” ujarnya.

Dia mengatakan, untuk salary dengan sistem kerja seperti itu, dia mendapatkan salary tidak jauh dari UMR. Namun sistem kerjanya saja yang menurutnya sudah sangat tidak benar.

Sementara itu, dengan adanya tambahan sembilan orang yang melapor ke Polda Jatim, itu belum termasuk dia. Dia memilih untuk diam terlebih dahulu. Meski begitu, dia mengantongi sejumlah informasi seperti apa kejadian sebenarnya di sekolah tersebut.

Dirinya menceritakan, pengalaman awal masuk sekolah tersebut. Setelah lulus dari SMP bersama saudara kembarnya. Dia tidak mampu untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yeng lebih tinggi. 

Lantaran, ibunya hanya bekerja sebagai pedagang di kantin. Sedangkan ayahnya sudah pergi entah kemana meskipun belum ada status perceraian.

“Saat itu kepala sekolah saya, menawarkan untuk bersekolah di tempat tersebut. Waktu itu formulirnya hanya satu. Maka hanya saya saja yang berangkat ke sana. Saya berangkat ke sana juga bertujuan untuk mengurangi beban keluarga,” ujarnya.

Selama proses pembelajaran, dirinya tak hanya menerima pembelajaran akademik saja. Namun dia juga diajarkan untuk bekerja. Meski begitu, dia mengungkapkan, pelajaran akademik sangat jarang dia dapatkan. Sehingga bisa dihitung dengan jari.

“Bahkan waktu saya kelas tiga, saat itu waktunya menjalani try out. Namun saya hanya mengikuti try out pertama di hari pertama saja. Setelah itu, saya diajak untuk pengembangan leadership di Surabaya. Serta baru pulang saat menjelang Ujian Nasional,” terangnya.

Dia juga menceritakan, lingkungan di sekolah tersebut dibentuk seperti memiliki desa dan kota sendiri. Karena perlengkapan apapun sudah ada di dalam sekolah tersebut. Mulai tempat ibadah lima agama, hotel dan sebagainya.

Sementara itu, setelah beberapa bulan dia resign dari sekolah itu. Dia mengaku kondisi psikologisnya sudah lebih baik. Selain itu, saat ini dia juga tengah kembali beradaptasi di lingkungannya.

Dari hasil sidak Komisi E DPRD Jatim, saat ini ada sekitar 80 siswa yang masih berada di asrama sekolah itu. Untuk siswa lainnya melakukan pembelajaran secara daring dari kediamannya masing-masing. Untuk keseluruhan yang tinggal di asrama mulai dari alumni dan siswa ada sekitar 200 orang.

Para alumni itu mengelola sektor usaha yang ada di lokasi itu. Menurut Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih, Kemendikbud telah menetapkan sekolah itu sebagai sekolah penggerak. Maka dari itu, ketetapan itu harus benar-benar terkonfirmasi lagi. (*)


Editor : Yanuar Triwahyudi
Publisher : Iqbal Prastiya
Sumber : "-"

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button