Nasional

Mau Dibawa ke Mana, Pacaran Kita?

“Cinta ditolak, dukun bertindak,” seloroh Arek Jatim. Mirip, cinta cowok A, 22, ditolak cewek AW, 20, A membunuh AW. “Sebelum tewas, diperkosa dulu,” kata Kapolsek Sawah Besar, Kompol Maulana Mukarom ke pers, Sabtu 5 Maret 2022.

***

PEMBUNUHAN biasa. Tapi yang begitu, biasa, atau sering, terjadi. Dan, semua pembunuhan adalah kejahatan luar biasa. Menggetarkan hati. Terutama bagi keluarga korban.

Baca Juga

Kompol Maulana menjelaskan kronologi. Kamis, 3 Maret 2022 sore, A menjemput AW naik motor, dari tempat kerja AW sebagai sales di Jakarta Pusat.

Maulana: “Antar jemput AW, sudah biasa dilakukan A. Mereka pacaran sudah dua tahun.”

Tiba di tempat kos AW, di Sawah Besar, Jakarta Pusat, mereka masuk kamar. Cekcok. A membunuh AW dengan cekikan. Kamar ditutup, A kabur.

Jumat, 4 Maret 2022 pukul 15.00 kakak laki AW, membuka pintu kos itu. Tampak AW tergeletak, bugil. Lapor polisi, diketahui AW sudah meninggal.

Polisi langsung mengejar A ke arah Tambora, Jakarta Barat. Ternyata A sudah lari. Akhirnya A ditangkap di sebuah gardu di Jalan Mangga Besar, Jakarta Pusat, pukul 18.00 atau sekitar tiga jam sejak penemuan korban tewas.

Hasil interogasi: “Tersangka mengaku, korban diajak menikah nggak mau. Malah korban cerita, masih ingat atau rindu mantan pacar. Intinya, tersangka di-PHP-in korban.” PHP (Pemberi Harapan Palsu).

Hasil pemeriksaan awal, AW diperkosa sebelum tewas. Ditemukan sperma di situ. Ada tanda bekas cekik di leher AW.

Berarti: “Cinta ditolak, cekik sampai mati.”

Ini problem lazim wanita single. Gadis atau janda. Muda atau tua. A dan AW pacaran dua tahun. AW masih mikir-mikir. Bimbang. Diantar-jemput, mau. Diajak kawin, gak mau.

Maka, A bisa menyanyi lagunya Armada, begini:

Tolong lihat aku… Dan jawab, pertanyaanku…

Mau dibawa kemana, hubungan kita….

Lagu asmara. Pilu. Mengayun melas mendayu-dayu. Meski melas, tapi memendam bara api kemarahan. Yang sewaktu-waktu bisa membuncah. Jadi pembunuhan.

Agen Federal Bureau of Investigation (FBI) Robert Kenneth Ressler, dalam bukunya: “Sexual Homicide, Patterns and Motives (Editor: John E. Douglas, Ann Wolbert Burgess, 1988) menyebutkan, syarat pembunuhan disebut Sexual Homicide, adalah demikian:

Jika di Tempat Kejadian Perkara (TKP) didapati satu atau lebih dari enam kondisi korban, sebagai berikut:

1) Korban ditemukan telanjang total, atau sebagian.

2) Alat kelamin korban perempuan kondisi terbuka.

3) Tubuh ditemukan dalam posisi seksual eksplisit.

1937 – 5 Mei 20134) Suatu benda telah dimasukkan ke dalam rongga tubuh (anus, mulut, vagina),

5) Ada bukti bekas kontak seksual.

6) Ada bukti aktivitas seksual substitusi (misal, masturbasi dan ejakulasi di sekitar TKP).

A (kiri) pelaku pembunuhan AW (pacarnya) di Sawah Besar, Jakarta Pusat. Hanya dalam waktu tidak lebih dari 3 jam, polisi berhasil menangkap pelakunya. (FOTO: Dok. Istimewa – detik.com)

Tambahan khusus, ada tanda fantasi seksual yang sadis (misal, mutilasi alat kelamin). Di Indonesia belum pernah terjadi, di Amerika sering. Disebut trofi pembunuh.

Enam syarat itu ada di pembunuhan AW Sawah Besar. Yakni, nomor 1, 3, 5 dan 6. Sangat tegas: Sexhomicide.

Robert K. Ressler (1937 – 2013) adalah praktisi yang akademisi. Di FBI ia bertugas sebagai profiler. Atau penyelidik khusus, pemburu dan penganalisis profil pembunuh. Ia peraih gelar Master Ilmu Kepolisian dari Michigan State, Amerika.

Dalam tugasnya, hasil analisis Ressler jadi jalan masuk terungkapnya pembunuhan seksual terkenal Amerika: Kasus Ted Bundy, Jeffrey Dahmer, Richard Chase, John Joubert.

Kasus-kasus pembunuhan seks yang diungkap Ressler mengilhami film kriminal “Mindhunter: Inside the FBI’s Elite Serial Crime Unit” yang kini beredar di Netflix.

Analisis Ressler, meski kuno namun itulah teori dasar pembunuhan. Relatif tidak banyak berubah dari zaman ke zaman.

Teori kriminologi yang lebih baru, diungkap Psikolog Forensik, Louis B. Schlesinger dalam bukunya: “Sexual Murder, Catathymic and Compulsive Homicides” (CRC Press, 2003) menyatakan, motif pembunuh seks, adalah khas. Spesifik.

Prof Schlesinger menulis itu, berdasar pengalaman riset selama 30 tahun dari sebelum bukunya terbit, 2003.

Pada judulnya, ada kata Catathymic (rasa marah) dan Kompulsif (bersifat memaksa). Dua kata inilah dominan pada perasaan dan karakter pembunuh seksual.

Schlesinger menjabarkan, pelaku punya dorongan sangat kuat membunuh. Karena ada rasa cemas dan khawatir yang sangat intens. Menggumpal jadi kemarahan. Sehingga dorongan tersebut sulit ditolak oleh alam bawah sadar pelaku.

Kemarahan adalah adalah dasar semua jenis pembunuhan. Tapi, di pembunuhan seks kemarahan yang berbalut kebencian (terhadap korban, atau sesuatu terkait korban).

Indikator spesifik pembunuh seks adalah marah berbalut benci pada sekitar 48 jam menguasai hati dan pikiran pelaku, sampai dengan saat pembunuhan.

Gampangnya, tanda-tanda pembunuh bakal membunuh sudah tampak selama 48 jam sebelum kejadian. Seandainya, calon korban mengetahui indikator ini, maka calon korban bisa menghindari bertemu pelaku. Sebisa mungkin.

Sayangnya, indikator ini sangat sulit diketahui orang lain (selain pelaku). Bahkan, umumnya pelaku tidak menyadarinya. Sampai pembunuhan terjadi. Barulah pelaku akan termenung, berusaha kilas balik 48 jam terakhir, saat hati dan pikirannya diselimuti benci dan marah sangat intens.

Teori Schlesinger ini hasil riset psikologi forensik. Sangat penting. Walaupun, sayangnya, tidak banyak berguna bagi awam, calon korban atau calon pelaku.

Calon korban, sulit mengetahui masa kritis 48 jam tersebut. Calon pelaku, malah lebih tidak tahu, sebab ia dalam kondisi ‘gelap mata’.

Pada kasus pelaku dan korban sangat dekat (berpacaran, seperti A dengan AW) kemungkinan penghindaran pembunuhan, bisa terjadi. Ada kemungkinan AW bisa merasakan bahwa A sedang proses ‘Catathymic and Compulsive’. Atau dalam proses ’48 jam’ masa kritis.

Cuma, berdasar hasil penyidikan polisi, ketika mereka berada di dalam kamar kos, korban AW bercerita soal kangen mantan pacarnya, dulu.

Bisa dibayangkan, ‘Catathymic and Compulsive’ bagai api membara. Merah. Lalu disiram cerita rindu mantan pacar. Hasilnya tragis begitu.

Ditarik garis mundur, ketika A menyanyikan lagu: “… mau dibawa ke mana, hubungan kita….” Saat itulah A dalam kondisi ‘Catathymic and Compulsive’.

Seumpama nyanyian A itu dibalas dengan nyanyian pula, oleh AW, maka lagu yang cocok bukan “Rindu Mantan”. Melainkan: “Teman Tapi Mesra”, karya Ratu:

Aku punya teman… Teman sepermainan… (*)


Editor : Sugeng Irawan
Publisher : Ameg.id
Sumber : -

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button