Kota Malang

Pasangan Bukan Muhrim Diciduk dari Kamar Hotel

AMEG– Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Malang meringkus pasangan bukan muhrim dari kamar kost dan hotel di Kota Malang, Minggu (6/2/2022) dinihari.

Petugas menemukan di dua lokasi berbeda, yakni di sebuah ruko yang disulap menjadi kamar kost harian wanita dan di kamar hotel bintang 2.

Dua lokasi tersebut sama-sama berada di Jalan Zainul Arifin, Kelurahan Kiduldalem, Kecamatan Klojen, Kota Malang.

Baca Juga

Kabid Ketentraman dan Ketertiban Umum (KKU) Satpol PP Kota Malang, Rahmat Hidayat ST M Ling, penindakan atas pengaduan masyarakat.

Dari dua lokasi tersebut petugas Satpol PP mengamankan 6 orang laki-laki dan 7 orang wanita yang tengah berada di dalam kamar dan tidak bisa menunjukkan surat nikah yang sah.

Seorang wanita merupakan mucikari dan sisanya adalah pasangan yang melakukan open booking.

Rata-rata pasangan yang diamankan tergolong berusia muda. Kisaran usia 18-20 tahun dan kebanyakan berasal dari luar Kota Malang.

Untuk pasangan muda-mudi ini dikenakan dengan 2 peraturan daerah (Perda) Walikota Malang. Yaitu Perda Nomor 8 tahun 2005 tentang larangan tempat pelacuran dan perbuatan cabul dan Perda Nomor 6 tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan.

Ancaman untuk Perda Nomor 8 tahun 2005 pidana kurungan penjara selama 3 bulan atau denda maksimal Rp 10 Juta. Sedangkan untuk Perda Nomor 6 tahun 2006, dikenakan pidana kurungan 3 bulan atau denda maksimal Rp. 10 Juta.

Setelah didata, para pasangna bukna muhrim ini menjalani sidang tindak pidana ringan (tipiring), pada tanggal 23 Februari mendatang.

“Saat ini, untuk wanita dan pemilik kost harian serta hotel kami jadwalkan untuk mengikuti sidang tipiring nanti. Sedangkan untuk pria kami kenakan wajib lapor 1 ninggu 3 kali di kantor kami,” tegas Rahmat Hidayat.

Walikota Malang, Drs H Sutiaji mendukung peran dari jajaran Satpol PP maupun jajaran samping, seperti TNI-POLRI, dalam menindak tegas pasangan mesum tersebut.

“Tentu itu bagus, karena dari awal memang Perda itu dibuat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak pantas dan mengganggu ketertiban masyarakat,” ucap Sutiaji saat dihubungi via telepon.

Menurutnya, walaupun Perda sudah dibuat sejak tahun 2005 dan 2006, pengaruh ekonomi dan pandemi Covid-19 yang menjadi kedok mereka, untuk melakukan transaksi mesum.

“Tanpa ada aduan dari masyarakat, mungkin kita tidak akan tau kalau ada kejadian tersebut. Pengaruhnya dari pandemi belum usai dan ekonomi menjadi alasan para wanita untuk meraup keuntungan dari open BO,” terang dia.

Ia meminta agar masyarakat dapat segera melaporkan jika ada kejadian itu. “Segera melapor ke pihak berwajib atau Satpol PP. Karena sudah jelas itu mengganggu ketertiban bermasyarakat,” tandas Sutiaji. (*)


Editor : Irawan
Publisher : Ameg.id
Sumber : Ameg.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button