Nasional

Pikachu vs Pokemon Bikin Tegang

Menjaga Lentera Dakwah Pesantren JeHa Jarak-Dolly (18)

Bentrokan aparat gabungan dan Front Pekerja Lokalisasi (FPL) akhirnya pecah sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1435 Hijriah, Minggu (27/7) 2014. Sebanyak 24 orang ditangkap saat kerusuhan.

***

ASAP hitam membubung tinggi di ujung Jalan Girilaya: gerbang masuk Lokalisasi Jarak-Dolly. FPL sudah menabuh genderang perang. Mereka siap menghadang pasukan gabungan TNI, Polri, Satpol PP dan Linmas yang datang sejak pagi.

Baca Juga

Pasukan Samapta Polda Jatim berada di barisan terdepan. Senjata mereka tidak lagi pentungan seperti bentrokan pertama, sebulan sebelumnya.

Polisi sudah dilengkapi senjata laras panjang. Truck Water Cannon juga disiagakan di Girilaya dan Dukuh Kupang. FPL dikepung dari dua sisi.

Di Kelurahan Putat Jaya, personel Satpol PP Surabaya menggotong plakat yang akan dipasang di sekitar lokalisasi. Mereka adalah tim Pikachu.

Pengurus Harian Pesantren JeHa Dolly,Mokhammad Nasik di depan Pesantren JeHa. (Foto: EKO-Di’s Way)

Kasatpol PP Surabaya Irvan Widyanto memberi nama itu karena musuh besar mereka adalah Pokemon, panggilan Ari Saputro. Pokemon adalah tokoh FPL yang paling getol menolak penutupan.

Tim Pikachu dilengkapi alat pelindung mirip pasukan Samapta Polda Jatim. Semua wilayah vital terlindungi rompi, helm, dan sepatu lars. Pasukan khusus ini jarang diterjunkan karena satpol PP sudah jarang bentrok dengan warga.

Satpol PP yang menggotong plakat penutupan dihadang warga yang sudah membakar ban bekas. Namun aparat gabungan sudah terlanjur maju. Massa di mulut Gang Dolly mulai melempari petugas dengan batu.

Aparat membalas dengan lembaran gas air mata. Keos terjadi. Petugas yang yang tidak memakai masker anti gas air mata ikut buyar. Dalam kesempatan itu, warga pro prostitusi berhasil mencuri plakat milik pemkot.

Water Cannon maju, jadi tameng. Namun, truk itu tak bisa melaju lebih dalam begitu tiba di ujung Jalan Jarak. Jalan raya dipenuhi batu dan balok kayu yang sulit ditembus.

Satu orang yang menjadi provokator berhasil ditangkap. Skor satu sama. Polisi dapat satu orang aktivis, sementara plakat milik pemkot berhasil diambil FPL.

Karena bentrokan tak kunjung mereda, perwakilan FPL dan aparat bertemu. Mereka sepakat untuk menarik mundur pasukan. Polisi mengembalikan satu anggota FPL, sementara plakat pemkot dikembalikan.

Namun upaya itu cuma taktik aparat. Setelah bentrokan mereda, pasukan gabungan kembali merangsek. Warga anggota FPL yang tidak siap, berhasil dipukul mundur.

Ribuan aparat langsung menyisir gang-gang yang dipenuhi dengan wisma. Sementara anggota FPL semburat menyelamatkan diri. “Warga seperti kami sudah diwanti-wanti masuk ke rumah saat eksekusi,” ujar pendiri JeHa Muhammad Nasih kemarin (19/5).

Preman yang terpukul mundur dari jalan utama masuk ke gang-gang kecil. Mereka punya pertahanan berlapis. Setiap mulut gang diblokade.

Suasana mengaji di Pesantren JeHa Putat Jaya Gang IV Surabaya. (Foto: EKO-Di’s Way)

Saat itu, Pesantren JeHa memutuskan kegiatan ngaji tidak libur. Masalahnya gang Putat Jaya IV B sudah diblokade preman.

Santri-santri tertahan di depan gang. Karena mereka bukan ancaman, asntri cilik akhirnya diperbolehkan masuk. Sementara ustaz dan ustazah diperlakukan berbeda.

Mereka tidak boleh masuk. Kursi yang dibuat untuk memblokade gang didorong-dorong untuk menghalangi mereka.

Untungnya Nasih sudah berada di pesantren. Dalam situasi panas, ia sengaja duduk santai di badukan pesantren. Ia melihat para preman sudah mulai kelabakan.

Namun mereka masih sempat memberikan intimidasi verbal kepada Nasih. Begitu melintas didepan pesantren, mereka berteriak-teriak. “Ada yang teriak jagaaa…! Yang lain nyaut siaaap…! Itu di depan saya,” katanya.

Nasih hanya tersenyum kecil. Tak menghiraukan mereka yang semakin tersudut itu. Ia tetap duduk di depan pesantren sambil melihat petugas yang mulai melintas di jalan utama. Meski pintu gang sudah diblokade, petugas bisa dengan mudah membongkarnya.

Polisi tak mungkin menangkap Nasih. Tampangnya jauh berbeda dengan warga yang pro penutupan. Ia memakai peci dan busana muslim. Aparat langsung tahu bahwa ia adalah ustaz. Apalagi Nasih berada di depan pesantren.

Aparat menyerukan agar semua warga yang tidak berkepentingan masuk ke rumah. Siapa saja yang beratribut pro prostitusi akan ditangkap. Begitu pula dengan yang berani berkeliaran. Maka, suasana gang sepi dalam sekejap.

Sebanyak 24 orang berhasil diamankan di Kawasan Jarak-Dolly. Sementara itu Tim Pikachu Satpol PP membersihkan spanduk-spanduk yang dipasang FPL di depan wisma. Jaringan sirene yang menjadi alat pertahanan mereka juga dirampas.

Komandan FPL Pokemon berhasil diamankan. Keningnya sudah mengucurkan darah karena sempat dihajar petugas.

Setelah Koordinator Bintang Merah itu diamankan, aparat ditarik mundur. Mereka khawatir terjadi aksi saling lempar di dalam gang. Warga yang tidak pro lokalisasi bisa jadi korban. Sudah banyak kaca rumah yang pecah.

Aktivis yang tertangkap digiring ke kantor Kelurahan Putat Jaya, lalu diangkut ke Mapolrestabes Surabaya.

Polisi juga menyita barang bukti berupa ban yang telah dibakar, plang pemkot sudah dirusak, batu, pecahan kaca, sirene, telepon genggam milik aktivis, senjata tajam, dan bom molotov.

Aktivis pro lokalisasi memang sudah menyiapkan diri untuk bentrokan sejak lama. Untungnya senjata tajam dan molotov itu tidak sampai melukai petugas. Semua berhasil diamankan sebelum dipakai.

Nasih yang melihat eksekusi itu merasa doanya dan para santri diijabah. Lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu akhirnya tumbang juga. (Doan Widhiandono-Salman Muhiddin)

Satu Per Satu Wisma Dijual, baca besok…(*)


Editor : Sugeng Irawan
Publisher : Rizal Prayoga
Sumber : Di's Way

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button