Sahabat ERTak Berkategori

Generasi Pemenang

SEKITAR pertengahan tahun 2009, karena sering turun ke masyarakat di kampung, desa dan dusun, saya masih sering menjumpai ada yang anak belum mengenyam pendidikan di Kota Wisata Batu. Menyekolahkan anak, bagi sebagian orang tua hanya menjadi beban. Karena itu banyak orang tua yang berpendapat lebih baik anak menjadi buruh tani atau cari rumput untuk ternak sapi.

Setelah berkeliling hampir seluruh desa, saya melihat kondisi bangunan sekolah di pedesaan memang banyak yang memprihatinkan. Secara fisik, banyak bangunan sekolah yang tidak menarik.

Baca Juga

Karena itu suatu hari pada pertengahan tahun 2009, atau sekitar dua tahun setelah saya dilantik, segera saya minta Kepala Dinas Pendidikan yang waktu itu dijabat Bu Mistin, seorang wanita mantan kepala sekolah paling senior di pemkot, untuk mengumpulkan seluruh kepala sekolah SD/SMP/SMA/SMK baik negeri maupun swasta. Segera.

Besoknya, seluruh kepala sekolah hadir di ruang rapat Bina Praja kantor lama Pemkot. Saya ingin mendengar langsung dari penanggung jawab murid yang ada di masing-masing sekolah.

Eddy Rumpoko saat bertemu dengan tokoh masyarakat.

Menurut saya, visi misi pembangunan sektor pariwisata berbasis pertanian harus dilandasi dengan pembangunan SDM. Visi misi ini harus diketahui seluruh warga, sekaligus mendorong masyarakat untuk terlibat langsung, karena adanya tranparansi semua program.

Seperti APBD, setelah APBD disepakati oleh para anggota dewan, saya memaparkan langsung kepada semua tokoh masyarakat di rumah dinas atau pendopo, selama tiga malam berturut, karena yang diundang adalah masyarakat dan para tokoh dari tiga kecamatan yang ada di Kota Wisata Batu. Setiap malam diundang masyarakat dari satu kecamatan.

Sambil mendengarkan penjelasan tentang kekuatan APBD, mereka bisa menikmati sajian malam yang disediakan, sambil minum teh atau kopi, dan bebas bagi yang mau merokok. Pertemuan dengan mereka tidak dalam format rapat melainkan berbentuk sarasehan atau jagongan. Sehingga kalau ada pendapat atau usul dari mereka, bisa tersampaikan dengan santai penuh guyon, tidak dalam suasana tertekan atau tegang.

Pada pemaparan, saat menyinggung masalah anggaran pendidikan, saya jelaskan dengan santai pula bahwa dalam program pendidikan dari tingkat SD/SMP/SMA/SMK baik negeri maupun swasta, semua tanpa bayar, alias gratis. Bahkan mendapat seragam sekolah, sepatu, tas sekolah serta buku.

Ada lagi tambahannya, untuk meningkatkan gizi siswa, tiap sekolah wajib memberikan minuman susu segar hasil peternakan warga seminggu dua kali, dan sarapan di sekolah seminggu sekali. Bangku sekolah, komputer dan bangunan sekolah semuanya harus ditata kembali, sehingga tidak ada lagi istilah sekolah satu atap. Tidak ada anak yang tidak sekolah dengan alasan apapun, termasuk alasan nikah dini.

Alhamdulillah. Kepala sekolah, guru, orang tua murid sepakat program ini dijadikan sebuah gerakan, gerakan bersama. Saat saya bertemu dengan para siswa pada sholat Jumat bersama sebagaimana yang sering kami lakukan, saya selalu katakan, aku kepingin arek-arek Mbatu kudu bisa bersaing ambek arek-arek Suroboyo opo arek-arek Jakarta. Ojok minder.

Anggaran pendidikan Kota Wisata Batu tiap tahun cukup besar, hampir Rp100 miliar, dengan 36.000 siswa yang bisa mendapatkan bea siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Saya ingin meningkatkan pendidikan SD sampai SMA, sehingga para siswanya makin banyak yang berminat untuk meneruskan ke perguruan tinggi. Program pendidikan ini jangan seperti piramid kerucut, yang makin tinggi jumlahnya makin sedikit.

Menurut saya, sebenarnya sangat ideal pengelola kota kecil ini mematok 65% anggaran untuk keperluan rakyat, sedang 35 % sisanya untuk kebutuhan internal pemerintahan. Naik motor roda dua lebih enteng dari pada naik kendaraan roda empat. Pengelolaan dan pengorganisasiannya lebih hemat dan efisien. Semoga generasi pemenang berada di menara hakiki!

Sahabat ER,
Semarang 2 Juni 2023.


Editor :
Publisher :
Sumber :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button