Sahabat ER

Monorail

SUATU sore, di gazebo rumah dinas, Kota Wisata Batu. Kami terlibat dalam obrolan sore dengan tiga orang teman. Mereka adalah grup investor, yang awalnya datang untuk mengobrol biasa, tetapi akhirnya muncul juga sebuah gagasan.

Seperti biasa, ada kopi, minuman penyegar sari apel, ketan punel, dan gorengan. Hujan rintik-rintik, membuat udara menjadi lebih dingin, apalagi sesekali berhembus angin, obrolan yang berlangsung hangat pun tak mampu mengusir dingin.

Baca Juga

Obrolan yang tadinya hangat dengan topik ‘ngalor ngidul’, berubah jadi serius ketika di antara mereka ada yang menyebut monorail. Topik ini kemudian mendominasi obrolan.

Ya, soal monorail kemudian kami bahas lebih serius, dan makin fokus. Monorail itu, kata mereka, akan menjadi salah satu ikon Kota Wisata Batu, dengan rute melintas Jatim Park 1 dan Jatim Park 2, sekaligus melalui Museum Angkut yang saat itu sedang dalam tahap pembangunan.

Wouw! Dalam hati saya berkata, ide ini sangat menarik. Sebagai transportasi, monorail akan jadi sarana modern yang belum ada di kota lain, di Indonesia. Saya pernah melihatnya di luar negeri, tepatnya di Kuala Lumpur, monorail memang sangat membantu dalam mengurai kemacetan lalu lintas di sebuah kota metropolitan.

Dalam obrolan sore itu juga disebutkan bahwa model monorail yang akan dioperasikan di Kota Wisata Batu nanti ukurannya lebih kecil, dengan kapasitas tak terlalu banyak penumpang. Betapa terkejut saya ketika dikatakan, barangnya sudah ada di gudang. Artinya, barang import ini sudah ada, tinggal dirakit kembali, dan semuanya sudah ready. Saya terkejut dan tertegun.

Suprise. Sepintas saya berpikir, alat tranportasi modern itu akan dapat membantu mengatasi kemacetan yang terjadi di dalam kota, dengan makin meningkatnya jumlah wisatawan yang datang, apalagi saat liburan.

Dalam setahun berjalan, ada banyak momen liburan, ketika banyak sekali wisatawan datang yang menimbulkan kemacetan. Yaitu pada bulan Juli-Agustus dan Desember, saat libur sekolah. Juga pada momen Idul Fitri, Natal, Tahun Baru, dan liburan panjang karena libur nasional berhimpitan dengan week end.

Pada saat-saat liburan begitu, diperkirakan 10 persen dari 38 juta penduduk Jawa Timur, datang ke Kota Wisata Batu untuk menikmati liburan, dengan membawa problem kemacetan.

Memang, konsep monorail ini akan membantu mengatasi kemacetan yang terjadi. Hal itu sangat menarik dibahas dan didiskusikan sambil nyeruput kopi untuk cangkir yang kedua, dan makan gorengan, dalam rintik-rintik hujan.

Besoknya soal monorail itu saya rapatkan dengan seluruh staf terkait, untuk dianalisa secara agak mendalam, melalui kajian dari berbagai sisi sesuai tupoksi para pejabat yang hadir. Dalam bayangan, saya melihat dalam sebuah kota kecil, yang penduduknya mayoritas petani, ada ular besi kecil melintas berkelok-kelok dalam pandangan mata dari pagi hingga malam hari.

Saya membayangkan, ah, kota kecil itu tak pernah tidur. Meskipun ular besi kecil ini hanya melintas dengan jarak yang pendek, dan harga monorail yang sudah didatangkan tersebut tidak terlalu mahal, tetapi saya tetap merasa terganggu dengan bayangan yang datang, kota kecil ini tidak akan dapat beristirahat.

Beberapa hari kemudian, sebelum pejabat Pemkot yang mendapat tugas melaporkan hasil kajiannya, saya mengambil keputusan sendiri untuk tidak menyetujui adanya monorail di Kota Wisata Batu. Biarkan kota ini menjadi kota kecil yang sejuk, bukan kota metropolitan.

Biarkan warganya bisa menikmati perbedaan kapan mereka harus bekerja dan kapan harus beristirahat. Kota ini harus juga jadi tempat beristirahat bagi warganya, bukan saja bagi wisatawan yang datang. Biarkan warga mengelola sendiri anugerah berupa alam yang indah secara kreatif, semuanya untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, dan untuk kemakmuran bersama.

Saya berpendapat, meskipun pengelola kota memiliki kebijakan absolut, termasuk menyusun program sekaligus regulasi yang diperlukan, tetap saja harus mengedepankan kepentingan bersama dan manfaat sosialnya.

Mimpi besar bukan saat kita duduk di kursi besar, tapi mimpi besar akan terwujud setelah kita memiliki kesempatan untuk banyak belajar dari rakyat.

Setelah itu obrolan tentang monorail seakan lenyap bersama semilir angin yang merayap ke gunung-gunung, tak pernah dibahas lagi. Biarkan generasi milineal yang nanti akan mewujudkannya. Untuk sementara biarkan warga Kota Wisata Batu bisa menikmati keindahan alam daerahnya sendiri.

Sahabat ER.

Semarang, 19 Juli 2023.


Editor :
Publisher :
Sumber :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button