Kebaya Merah, Kok Eks Pasien RSJ Menur?
Profil si Kebaya Merah membikin pria Indonesia kepo, minimal nonton foto. Cantik. Langsing. Putih. Sopan suara: “Misi pak…” Tapi dipastikan, dia eks pasien Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya.
***
“INJIH, betul,” tegas Sekretaris Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) RSJ Menur Surabaya, Basuni S Kep, dikonfirmasi pers, Rabu, 9 November 2022.
Penonton kecewa. Lemes letoy. Dalam persepsi, ya Bro-Sist. Kecewa, karena menyayangkan, gadis secantik itu kok mau, begitu. Lemes, sebab prihatin, cantik-cantik, lha… kok pernah dirawat di RSJ Menur.
Info lemes itu terpaksa terpublikasi. Tanpa rekayasa. Diawali, video porno Kebaya Merah jadi trending topic Twitter. Lantas trending keywords di Google Trends, pekan lalu. Jutaan viewers belingsatan, desak-desakan, melotot, di situ.
Perhatian publik, otomatis mendesak Polri bekerja ekstra cepat. Tugas negara. Memeriksa tersangka secara kilat. Ternyata tersangka AH (si Kebaya Merah) eks pasien RSJ Menur.
Bola menggelinding. Tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Polda Jatim, mendatangi RSJ Menur untuk konfirmasi. Wajib. Kedatangan tim itu memantik pers, berbondong-bondong nebeng polisi, ikut konfirmasi.
Mau tidak mau, rahasia tinggal-lah kata, Basuni terpaksa bicara. Yang, ini mestinya rahasia pasien. Yang, semua pasien, eks pasien RSJ, keluarga mereka, nyaris ogah publikasi.
Tapi, Basuni tak bicara banyak. Cuma sedikit.
Basuni: “Benar, tadi tim (dari Ditreskrimsus Polda Jatim) ke sini. Cuma klarifikasi aja, apakah AH ini benar pernah berobat di RSJ Menur. Kami jawab, injih betul.”
Dilanjut: “Tapi tahunnya saya belum cek. Dokter yang memeriksa AH saat itu, sudah mengkonfirmasi kepada saya, dan membenarkan bahwa dokter pernah memeriksa yang bersangkutan.”
Konfirmasi yang konfirm. Lalu, buru-buru Basuni meminimalisir dampak risiko etik komunikasi.
“Di sini, kita tidak hanya melayani pasien gangguan jiwa, lho ya… Tapi bisa juga masyarakat umum. Pasien gangguan jiwa, ada golongannya. Misal, tidak bisa tidur, atau insomnia, cemas, stress, itu gangguan jiwa golongan ringan.”
Basuni tidak mengungkap, Kebaya Merah pasien golongan apa? Basuni sudah etis. Pastinya, Kebaya Merah pemegang kartu kuning. Bukan kartu peringatan di laga bola, melainkan: Mantan pasien.
Keterangan waktu, sejak kapan Kebaya Merah jadi pasien sana, sejatinya kunci pembelajaran masyarakat. Apakah pada setahun lalu? Atau belum setahun?
Karena, penyidik sudah mengungkap bahwa sejak setahun terakhir Kebaya Merah membikin 92 video porno pesanan. Atau rata-rata empat hari bikin satu video porno, dan laku.
Gampangnya, apakah dia pasien pada saat sebelum main porno, ataukah sesudahnya? Diperjelas, apakah dia pasien kemudian menyebabkan jadi porno? Atau, karena aktris porno laris, berakibat jadi pasien?
Setidaknya masyarakat bisa waspada, hati-hati kalau punya keluarga perempuan yang pasien RSJ, karena bisa porno. Atau sebaliknya. Tujuannya, meminimalisir jumlah aktris porno. Biar arek-arek lanang itu tidak selalu kepo.
Riset tentang psikologi aktris porno di Amerika Serikat, sangat jarang. Kalau pun ada, tidak mendalam. Apalagi di Indonesia.
Lima dosen psikologi di UCLA (University of California, Los Angeles) meriset itu. Mereka: Corita R. Grudzen, Gery Ryan, William Margold, Jacqueline Torres, Lillian Gelberg. Riset dibiayai Program Beasiswa Klinis, Robert Wood Johnson. Tanpa laporan keuangan, tanpa intervensi teknis riset.
Hasil riset mereka dipublikasi di jurnal ilmiah medis, National Library of Medicine, 16 Agustus 2008, bertajuk: “Pathways to Health Risk Exposure in Adult Film Performers”.
Lokasi riset, Los Angeles, AS. Sebab, di kota terbesar kedua Amerika itulah, jumlah terbanyak pelacur dan aktris film porno bermukim, berproduksi. Di sana legal.
Tim riset merujuk buku karya Schlosser E. Reefer, “Madness: Sex, Drugs and Cheap Labor in the American Black Market” (New York, 2003). Bahwa Los Angeles jagonya porno.
Dituliskan, produk film porno terbesar dunia adalah Los Angeles. Industri film heteroseksual berpusat di San Fernando Valley, Los Angeles. Total omset film porno di sana USD 4 miliar (sekitar Rp 62,6 triliun, kurs Rp 15.670 per USD) per tahun pada 2003.
Total volume produksi film porno 10.000 per tahun pada 2003. Atau 27 film per hari, waktu itu. Karenanya, riset tim UCLA pada 2008 di sana.
Jumlah responden 18 aktris, 10 aktor, dan dua informan. Mereka semua pemain aktif industri film porno. Topik riset kesehatan fisik dan mental. Lebih banyak ke kesehatan fisik: PMS dan HIV AIDS.
Diungkap, responden terkena trauma fisik di lokasi syuting. Banyak yang masuk, lalu meninggalkan industri porno dengan ketidak-amanan finansial dan menderita masalah kesehatan mental.
Bayaran mereka sangat tinggi. Rerata aktris USD 2.000 per hari, aktor USD 1.700. Tapi mereka terlalu konsumtif. Mungkin, karena beranggapan bahwa esok ada banyak duit lagi. Sehingga, mereka bahkan terbelit utang.
Fokus ke psikologis mereka, ternyata memang bermasalah. Aktris tidak mungkin mengakui, bahwa dia mengalami gangguan jiwa. Seperti halnya, semua orang gila pasti mengaku tidak gila (sambil ketawa meringis).
Soal kondisi psikis, responden menolak diperiksa psikiater. Tim riset melakukan cek silang: Aktor menilai kondisi psikologis aktris, dan sebaliknya. Tapi, hasilnya memang subyektif.
Ada lima aktris diminta menyampaikan keluhan mereka. Hampir semuanya mengatakan, sejak jadi aktris mereka jadi gampang marah. Bahkan untuk persoalan sepele.
Salah satu aktris cerita: “Mereka (produser) menghancurkan saya. Ketika saya baru tiba di sini, dulu, mereka sekap untuk kebutuhan seks mereka dan kawan-kawan. Setelah mereka bosan, atau ada aktris yang baru masuk, baru-lah saya main film.”
Setelah bekerja, mereka harus mengikuti perintah produser dalam bentuk apa pun. Produser paling tahu keinginan konsumen.
Aktris lain, cerita: “Ketika saya baru tiba di sini, lalu disekap, lalu main di film, saya menyadari bahwa hidup saya telah berubah begitu cepat. Saya jadi terlalu gampang marah, sepulang kerja. Mungkin, saya tidak akan pernah mengalami gangguan itu, seandainya saya tidak pernah terjun ke sini.”
Seorang aktor cerita tentang aktris: “Saya katakan, bahwa semua wanita yang datang ke film porno, pasti sebelumnya mereka sudah rusak. Ada korban DV (Domestic Violence atau KDRT) atau korban perkosaan. Pokoknya mereka sudah rusak, sebelum masuk sini.”
Aktor lain, mengatakan tentang aktris: “Sembilan puluh sembilan persen gadis porno kepala mereka kacau. Mereka awalnya sadar, bahwa pekerjaan ini tidak normal. Tapi lama-lama jadi biasa, semakin kacau.”
Aktris bicara soal aktor: “Kebanyakan aktor bermain kasar. Lama-lama kami hafal, mana yang kasar mana yang bukan. Kalau perintah bos memaksa saya harus main dengan yang kasar, terpaksa saya lakukan. Tapi, ada juga aktris yang berani menolak. Maka dipecat.”
Pembicaraan mereka semua keluhan. Meski mengeluh, mereka tidak keluar dari pekerjaan, karena, ya… itu tadi, honor sampai USD 2.000 per hari. Ukuran Amerika, nilai itu cukup tinggi untuk jenis pekerjaan un-skill.
Dari pengakuan mereka, tampak mereka tidak happy di situ. Tidak seperti persepsi masyarakat, mereka kelihatan glamor. Mereka bertahan karena uang.
Dikutip dari The Vox, 29 Januari 2019 bertajuk: “Porn actress August Ames’s death was a lost chance to talk about sex workers and mental health”, membahas lima aktris porno Amerika bunuhdiri, antara November 2017 sampai Januari 2018. Salah satunya, top di sana: August Ames.
Tentang itu, The Vox mengutip podcast Jurnalis Amerika, Jon Ronson bertajuk: “The Last Day of August”. Artinya, sebelum aktris porno August Ames bunuhdiri, sempat diwawancarai di podcast Jon Ronson.
Di situ Ames cerita, bahwa ia sangat ingin terapi psikologis. Karena, merasa selalu stress akibat beban pekerjaan. Juga jadi korban bullying netizen. Tapi, niat terapi selalu dia batalkan.
Ames: “Saya sering ingin menghubungi terapis. Tapi kemudian saya batalkan sendiri. Saya pikir bakal tidak enak. Saya bayangkan, terapis akan bertanya: Apa profesi Anda? Terus, misalnya saya jawab: Saya di industri dewasa. Maka, terapis pasti akan bilang: Ow… itulah penyebab Anda seperti ini.”
Dilanjut: “Seandainya saya bohong soal pekerjaan saya. Misalnya, saya mengaku sebagai pegawai apa-lah… Maka, saya khawatir diagnosisnya salah. Sehingga terapi tidak akan efektif.” Akhirnya dia bunuhdiri.
Dari situ kelihatan, Ames yang sarjana pariwisata, cukup pendidikan. Paham tentang profesi itu. Sekaligus pengetahuan bagi kita, bahwa di Amerika yang liberal, pun profesi ini direndahkan masyarakat.
Sebaliknya, Kebaya Merah dalam cuitan di Twitter, mengungkap kebanggaan pada penampilan dia di video, yang viral. Lewat akun @MeamOra, Jumat (4/11) begini: “Konten aku kesebar, berarti storylinenya bagus wkwk…”
Bangga pada kreasi video porno. ‘Kan gendheng. Apalagi ditambahi: wkwk… (*)
Editor | : | Irawan |
Publisher | : | Ameg.id |
Sumber | : | Ameg.id |