Hukum

KKB Papua Teroris, Miris…

Pro-kontra ketat soal KKB Papua di-teroris-kan. Komentar berhamburan. Yang pro, karena KKB meneror, membunuhi warga Papua. Yang kontra, khawatir brutalitas balasan. Densus 88 Antiteror Polri (tahu sendiri…) akan diterjunkan. Diprediksi berdarah-darah.

***

Sudah lama KKB Papua meresahkan. Terbaru, gugurnya Kepala BIN Daerah Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha. Ditembak KKB Papua di Kampung Dambet, Papua, Minggu (25/4/2021).

Baca Juga

Esoknya, Senin (26/4/2021), Presiden Jokowi menginstruksi Panglima TNI dan Kapolri untuk memburu penembak Kabinda. Sampai dapat. “Tak ada tempat untuk kelompok-kelompok kriminal bersenjata di tanah Papua ataupun di seluruh pelosok tanah air,” kata Jokowi.

Di hari yang sama, Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah mengubah status KKB Papua jadi teroris.

Diterapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme. ”Karena mereka menakuti warga sipil. Menciptakan teror,” katanya.

Dituntaskan Menko Polhukam Mahfud MD, di konferensi pers, Kamis (29/4/2021). “Pemerintah menganggap KKB Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan teroris,” ujar Mahfud.

Itu sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. 

Sah dan tegas. Teroris akan dihadapi Densus 88 Polri. Juga, TNI. Juga, BIN.

Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan Jumat (30/4/2021) mengatakan, “Polri sedang merumuskan implementasi keterlibatan Densus 88 menghadapi KKB Papua.”

Fokusnya ini: ”Pemetaan harus akurat. Jangan sampai salah sasaran. Mereka memanfaatkan masyarakat sebagai tameng,” ujarnya.

Bakal menegangkan. Ini langkah sangat berani pemerintah. 

Misalnya, bagaimana perasaan warga Papua dan Papua Barat, yang bukan KKB. Mungkin saja di antara mereka berkerabat dengan yang KKB. Bagaimana kalau nanti KKB disapu abis. Sebab, aparat keamanan versus KKB, sama-sama bersenjata. Pasti habis-habisan. Kecuali, KKB mengibarkan bendera putih, tanda menyerah. Sedangkan, aparat tidak mungkin menyerah.

Misalnya lagi, bagaimana sikap polisi Binmas Noken? Binmas (Pembinaan Masyarakat) salah satu fungsi di Polri. Noken, nama tas belanja, anyaman, khas mama-mama Papua. Dimulai awal 2018. Polri merekrut pemuda-pemudi (harus) asli Papua dan Papua Barat, jadi polisi. 

Selama ini, sesuai namanya, Binmas Noken bertugas membina masyarakat. Menasihati, jangan berontak… Jangan separatis… NKRI kini ngebut, membangun Papua, loh…

Nanti, saat Densus 88 beraksi, menghabisi KKB, bagaimana kira-kira perasaan mereka? Galaukah? Atau santuy?

Bagaimana, andaikata di antara KKB adalah keluarga mereka?

Di situ pro-kontra, kuat. Komen bertaburan di media massa. Yang selow, yang baper. Yang tenang, dan yang responsif.

Sampai ada yang emosional: ”Apa itu KKB? Di mana alamatnya? KKB itu bukan organisasi,” sengitnya.

Di situ, terbuka kedok keberpihakan. Siapa memihak siapa? Siapa berwarna apa? Mengapa ia komentar begitu?

Bagaimana, seumpama keluarganya korban tewas KKB? Bukan sekadar penonton, pemandu sorak, komen, sementara ia dan keluarga, jauh dari desing peluru, di rimba gunung Papua. 

Paling mendebarkan, menyimak komentar Gubernur Papua Lukas Enembe. Ia tegas bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Ia menyampaikan tujuh sikap via siaran pers Jumat (30/4/2021). Begini:

Pertama, Enembe meminta pemerintah pusat mengkaji ulang kebijakan tersebut. Ia ingin pemerintah pusat memastikan objektivitas kebijakan tersebut. “Penetapan KKB sebagai teroris perlu ditinjau saksama dan memastikan objektivitas negara dalam pemberian kasus tersebut,” tulis Enembe. 

Kedua, Enembe sepakat tindakan KKB adalah perbuatan meresahkan, melanggar hukum, dan mencederai prinsip-prinsip dasar HAM.

Ketiga, ia mengulang, mendesak pemerintah pusat dan DPR RI mengkaji ulang penyematan label teroris kepada KKB. Menurutnya, kajian harus komprehensif memperhatikan dampak sosial, dampak ekonomi, dampak hukum terhadap warga Papua secara umum.

Keempat, Enembe mendorong TNI-Polri memetakan kekuatan, wilayah sebaran, jumlah orang, dan ciri khusus KKB.

“Jangan salah tembak, salah tangkap penduduk sipil Papua.”

Kelima, ia menyoroti dampak yang akan diterima warga Papua di perantauan. Ia khawatir, penyematan label teroris kepada KKB menimbulkan stigma negatif warga Papua perantauan.

Keenam, ia menyarankan pemerintah pusat berkonsultasi dengan Dewan Keamanan PBB terkait kebijakan tersebut. 

Ketujuh, ia meminta pemerintah pusat mengubah pendekatan menyelesaikan konflik di Papua.
Nomor 1, 3, dan 7 ada kemiripan. Intinya, penetapan KKB Papua sebagai teroris, dimohon ditinjau ulang. Gampangnya: Dianulir.

Enembe menambahi: “Pemerintah Provinsi Papua menyatakan bahwa rakyat Papua akan tetap, dan selalu setia kepada NKRI. Sehingga kami menginginkan agar pendekatan keamanan di Papua dilakukan lebih humanis dan mengedepankan pertukaran kata dan gagasan. Bukan pertukaran peluru.”

Miris… menyimak pernyataan Gubernur Enembe. Miris giwis-giwis. Ia berusaha mencegah sikap keras pemerintah pusat terhadap KKB Papua. Diulang sampai empat kali.

Sebaliknya, Direktur Penegakan Hukum, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Eddy Hartono kenceng. Ia mengatakan, selama ini upaya pemerintah terbatas, dalam menangkal KKB. Dengan kebijakan baru ini, pemerintah punya wewenang lebih, lewat UU Terorisme.

“Ini sebabnya peluang-peluang yang selama ini tidak tersentuh, yang dilakukan KKB, diharapkan dengan kerangka UU Nomor 5/2018 itu, mempersempit gerakan mereka,” ucap Eddy pada diskusi daring Kamis (29/4/2021).

Keputusan pemerintah sudah diumumkan. Densus 88 siaga. Masak, mau ditarik lagi? Masak, balik kucing?

Bagai nelayan, sudah mengembangkan layar. Pantang, balik ke daratan lagi. Meskipun, gelombang menantang di depan. Perahu terus maju. Walau harus tergeol-geol. (*)


Editor :
Publisher :
Sumber :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button