HukumNasional

Presiden Jokowi Digugat

Ini cara baru usaha mendongkel Jokowi dari presiden RI. Digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Jumat (30/4/2021). Penggugat, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Muhidin Jalih. Tergugat, Presiden Jokowi. Cara itu dikomentari para politikus.

***

Dalam situs PN Jakpus, gugatan itu terdaftar, nomor 266/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst. Belum diumumkan, kapan disidangkan. Atau, mungkinkah disidangkan?Meski gugatan itu dicibir para politikus, hak hukum warga negara harus dihormati. Termasuk hak untuk menggugat. Apalagi, salah seorang penggugat adalah Dr Eggi Sudjana SH yang juga ketua TPUA. Pakar hukum.Dalam petitumnya, TPUA meminta Jokowi mengundurkan diri dari jabatan presiden. 

Baca Juga

TPUA meminta PN Jakarta Pusat menghukum Jokowi dan membuat pernyataan tertulis tentang itu. Berikut petitium penggugat:

1. Menuntut tergugat untuk menyatakan secara terbuka di publik pengunduran dirinya selaku presiden RI.
2. Menerima gugatan perbuatan melawan hukum secara materiil dalam fungsinya positif ini.
3. Mengabulkan seluruh gugatan ini.
4. Menyatakan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum dalam fungsinya positif atau melakukan perbuatan tercela atau perbuatan tidak patut atau perbuatan tak terpuji.
5. Menghukum tergugat membuat pernyataan tertulis di muka publik atas kesalahan tersebut. Yaitu, melakukan perbuatan tercela atau perbuatan tidak patut atau perbuatan tak terpuji.

Koordinator Advokat TPUA Ahmad Khozinudin mengatakan bahwa gugatan itu merupakan bentuk keprihatinan TPUA terhadap kondisi bangsa Indonesia saat ini. 

Menurutnya, di bawah kepemimpinan Jokowi, penegakan hukum dan ekonomi Indonesia menjadi carut-marut.

Maka, ramailah komentar. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, Sabtu (1/5), mengatakan:”Gugatan hukum terkait kondisi ekonomi dari TPUA ini tidak jelas maksudnya. Harus jelas objek hukum dari gugatan itu. Apakah yang digugat itu termasuk dalam ranah gugatan hukum?” 

Menurutnya, persoalan ekonomi yang terjadi saat ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Semua negara terdampak pandemi. Sehingga ekonomi melemah.”Bahkan, ekonomi di beberapa negara melambat sangat tajam. Keselamatan jiwa masyarakat jelas harus menjadi prioritas dalam penanganan Covid-19 sambil terus mendorong kebijakan ekonomi,” ujarnya.

Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menilai, gugatan TPUA salah tempat. Gugatan itu seharusnya diajukan secara perdata. Meski begitu, Arsul menghormati semua pihak yang menempuh jalur hukum. Ia meyakini, gugatan tersebut akan ditolak.

Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan, gugatan TPUA aneh dan tak berdasar. Apalagi, menurutnya, membawa kata-kata ulama. “Tidak perlulah bertindak yang aneh-aneh, apalagi mengatasnamakan ulama,” kata Jazilul.

Menurutnya, sebaiknya TPUA sadar diri untuk tidak menebar kebencian di bulan Ramadan ini. “Mari kita zikir dan tadarus Al-Qur’an. Bukan malah menebar gugatan bernuansa fitnah. Kami yakin pengadilan juga akan menolak gugatan tersebut,” ujarnya.

Berdasar UUD 1945, presiden bisa diberhentikan melalui dua cara: impeachment atau pemberhentian.

Achmad Roestandi dalam bukunya, Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab (Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), menjelaskan: Berdasar pasal 7A, 7B, dan 24C ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, pejabat yang dapat di-impeach adalah: a. Presiden, b. Wakil Presiden, dan c. Presiden dan Wakil PresidenPasal 7A UUD 1945 mengatur sebagai berikut:

”Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

Sedangkan pemberhentian presiden, berdasar UUD 1945, diatur dalam lima tahapan.

1.    Usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden diajukan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan terkait pendapat DPR tersebut.Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna.
2.    MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut.
3.    Apabila MK memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti melanggar hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna.
4.    MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lama 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut.
5.    Keputusan MPR atas usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. 

Tapi, itu setelah presiden dan/atau wakil presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.Maka, prediksi para politikus, bahwa gugatan TPUA tersebut bakal ditolak pengadilan, mungkin saja benar. Pertanyaannya, umpama gugatan itu bakal ditolak, mengapa diajukan? (*)


Editor :
Publisher :
Sumber :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button