Sahabat ER

Ngemong

TERINGAT dulu pada saat warga masyarakat Kota Wisata Batu (KWB) berbondong-bondong sowan ke pendopo. Saya lupa tahun kejadiannya. Namun hal itu berkesan buat saya.

Jumlah mereka yang datang ke pendopo hampir ratusan orang, terdiri perempuan maupun lelaki. Mereka datang dengan menggunakan sepeda motor, truk dilengkapi pengeras suara. Begitu ramai sambil berjoget seiring dentuman musik. Suara lantang mereka ingin sowan dengan pimpinan daerah.

Saat itu rumah dinas, pendopo dan kantor pemerintahan masih jadi satu area dan areanya tidak luas.

Baca Juga

KWB saat itu sedang bergerak untuk promosi sektor pariwisata dan sedang giat membangun perekonomian yang pada intinya mengajak warga membangun citra kota ramah.

Sebagai pimpinan daerah, kedatangan warga yang begitu antusias terutama para ibu-ibu, saya berusaha menyambut kedatangan mereka dengan baik. Namun beberapa staf yang punya jabatan, berusaha untuk mencegah dengan pertimbangan demi keselamatan.

Melihat warga KWB yang begitu hampir tidak bisa terkendali dikawatirkan kehadiran saya malah membuat di luar kendali . Apalagi aparat tidak sebanding dengan jumlah warga yang hadir di depan pendopo KWB.

Saya tetap ingin menemui langsung mereka untuk berdialog. Apa yang ingin mereka sampaikan. Saya tidak ingin saluran tersumbat karena ego!

Punya kedudukan, jabatan bukan berarti lebih tinggi ada kelebihan jika tidak bermanfaat buat orang lain?

Saya bisa berdialog dengan semua warga yang datang, sekitar sejam. Siang itu cukup panas, keringat terasa basah dibadan sambil duduk lesehan tanpa ada sajian apapun. Alhamdulillah semua berakhir dengan lancar tanpa ada dendam dan sakit hati.

Rakyat butuh sentuhan. Butuh dialog. Warga ingin tersenyum bersama dengan orang yang diberi amanah, “Apakah kita lebih pintar dari orang lain, kadang ego selalu berada di depan kita.”

Saya bersyukur sekali pada saat itu, banyak ilmu yang saya dapat dari hasil pertemuan langsung dengan mereka.

Kesan unjuk rasa, demo atau protes yang anarkis, tidak ada. Ternyata jauh dari budaya wong m’batu, guyub rukun ciri khas di kehidupan wong m’batu.

Semoga karakter santun bisa terjaga terus, “mendudukan rakyat di atas kita bukan berarti kita akan tenggelam.”. Meskipun kita tenggelam, bersyukur rakyat makmur dan sejahtera!

Sahabat ER, Semarang, 27 Agustus 2021.


Editor : Sugeng Irawan
Publisher : Rizal Prayugo
Sumber : -

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button